JAKARTA - Pemerintah Korea Selatan sedang merumuskan kebijakan agar masyarakat tidak lagi menyoroti negatif pasangan kumpul kebo maupun orang tua tunggal akibat perceraian. Langkah itu diambil supaya tingkat kelahiran di Negeri Ginseng meningkat.

Kementerian Keuangan Korsel khawatir negaranya mengalami perlambatan demografi seperti di Jepang pada 1990-an, yang kini telah berdampak. Salah satu jalannya adalah mendorong pasangan kumpul kebo memiliki anak, tanpa harus takut pada kecaman sosial.

"Kampanye pada masyarakat agar bersedia menerima pelbagai jenis keluarga ini penting untuk mendorong angka kelahiran, kendati tentu butuh waktu agar bisa diterima," seperti dikutip dari pernyataan pers pemerintah Korsel, dilaporkan AsiaOne, Rabu (16/12).

Tingkat kelahiran Korsel saat ini adalah 1,2 anak per perempuan per tahun. Angka itu termasuk paling rendah di antara negara-negara maju. Penduduk Korsel juga semakin menua, karena tenaga kerja usia muda tak bertambah secepat yang diharapkan.

Selain pasangan kumpul kebo, perempuan atau lelaki yang menjadi orang tua tunggal akan dibantu oleh insentif fiskal. Di Korsel selama ini, orang tua tunggal ternyata dibebani pajak lebih besar daripada keluarga yang masih utuh. Perusahaan di Korsel kerap berlaku diskriminatif dengan mempertanyakan alasan calon pegawai bercerai. Di Negeri Ginseng, perceraian dianggap tidak patut.

"Kondisi ini memunculkan tekanan besar, terutama kepada pekerja perempuan yang menjadi orang tua tunggal," kata Ketua Jaringan Pendukung Perempuan Bekerja Korea, Park Yeong-mi.***