JAKARTA - Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, Kacung Marijan mengatakan, proses pengusulan tari Bali ke UNESCO hingga sidang penetapan tersebut memakan waktu sekitar tiga tahun. Sebagaimana diketahui, UNESCO telah menetapkan tiga genre tari tradisi di Bali yang terdiri dari sembilan tarian sebagai warisan budaya takbenda dunia. Penetapan tersebut dilakukan pada Sidang kesepuluh Komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO di Windhoek, Namibia, 2 Desember 2015 lalu. “Prosesnya sudah cukup lama, sekitar tiga tahunan. Dokumen awal itu kita ajukan pada awal 2014 secara resmi ke UNESCO. Lalu pada akhir 2014 kita mengirimkan kelengkapan dokumen. Misalnya ada tanda tangan masyarakat yang masih berbahasa Indonesia, kita ganti dengan bahasa Inggris,” ujar Kacung di Kantor Kemendikbud, Jakarta, akhir pekan pertama Desember 2015.

Kacung mengatakan, dokumen resmi pengajuan tari Bali sebagai warisan budaya dunia ke UNESCO itu ditandatangani oleh dirinya selaku Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud. Namun dalam prosesnya, pengumpulan semua kelengkapan dokumen melibatkan elemen masyarakat, pemerintah daerah hingga pemerintah pusat. Lalu pada akhir Januari 2015, tiga genre tari tradisi di Bali atau Three Genre of Traditional Dance in Bali resmi menjadi nominasi warisan budaya takbenda dari UNESCO.

Selanjutnya evaluator di UNESCO melakukan kajian dan pendalaman terhadap dokumen pengajuan yang diberikan Indonesia. Hingga akhirnya pada penghujung Oktober 2015 tari Bali dimasukkan ke dalam draf keputusan UNESCO karena dianggap layak ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda dunia.

“Di sidang kemarin, dari yang masuk daftar ada juga yang tidak ditetapkan dari negara lain. Alhamdulillah dari Indonesia layak ditetapkan. Memang sejak awal saya sangat yakin ini ditetapkan,” tutur Kacung.

Ia mengatakan, UNESCO memiliki beberapa pertimbangan untuk menetapkan budaya suatu negara layak ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Pertimbangan tersebut antara lain budaya yang diajukan memiliki makna universal, serta negara yang mengajukan memiliki program atau perencanaan untuk pelindungan, pengembangan dan pemanfaatannya dengan melibatkan peran serta masyarakat.

“Maka kita akan bersama-sama dengan komunitas dan pemerintah daerah di Bali untuk mengembangkan. Mungkin kita juga akan ambil beberapa (tarian) di antaranya untuk dikembangkan secara nasional. Jadi tidak hanya menjadi tarian Bali, tetapi juga menjadi milik orang Indonesia seperti Tari Saman. Tari Saman kan sekarang tidak lagi hanya orang Aceh yang memiliki itu tapi hampir di seluruh Indonesia murid-muridnya menyukai dan bisa memperagakannya,” ujar Kacung. (***)