JAKARTA - Plt Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi kembali diperiksa tim penyidik Kejaksaan Agung. Ketua DPD Partai Nasdem Sumut itu dicecar soal prosedur pengajuan dana hibah/Bansos.
"Hampir sama dengan semalam, pertanyaan pertama tentang proses hibah Bansos yang saya jelaskan bahwa calon penerima hibah Bansos itu mengusulkan secara tertulis kepada gubernur," kata Erry kepada wartawan usai diperiksa di Kejagung, Jalan Sultan Hasanudin, Jakarta Selatan, Selasa (1/12).

Erry menjelaskan, proses pengajuan permintaan dana hibah dilakukan dengan terlebih dulu menyurati Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). SKPD menurutnya bertugas untuk mengevaluasi permohonan pengajuan dana hibah. Usai dievaluasi SKPD, TAPD kemudian mengusulkan pencairan dana hibah untuk dimasukkan ke dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS) yang jadi pedoman penyusunan APBD.

"Ada sekitar 15 pertanyaan," sebut Erry ditanya jumlah pertanyaan dari tim penyidik Kejagung.

Pada Senin (30/11), Erry diperiksa selama 9 jam. Ia ditanya seputar kronologis pencairan dana hibah dan Bansos.

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Amir Yanto, Erry ikut meneken pencairan dana Bansos Pemprovsu tahun anggaran 2012-2013. Namun, Kejagung belum memutuskan implikasi dari keterlibatan mantan Bupati Serdang Bedagai ini dalam pencairan dalam Bansos.

"Pencairan hibah atau Bansos sebesar Rp 100 juta sampai Rp 200 juta itu ditandatangani juga oleh saksi di saat menjabat Wakil Gubernur Sumatera Utara," ujar Amir.

Amir menegaskan bahwa status Erry masih saksi. Adapun, soal dugaan bahwa Erry juga terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi itu, ia menyerahkannya ke penyidik.

Usai diperiksa, Erry mengaku bahwa dirinya ikut menandatangani pencairan dana hibah atau Bansos. Namun, dia membantah terlibat dalam dugaan korupsi melalui dana itu.

Erry mengatakan, tanda tangan pencairan dana hibah atau bansos oleh dirinya itu sudah sesuai dengan peraturan gubernur tentang bansos dan hibah. "Ada klasifikasinya," ujarnya.

Menurut dia, dana di bawah Rp 100 juta itu ditandatangani Kepala Biro Keuangan. Kemudian, dana Rp 100 juta sampai Rp 150 juta ditandatangani Sekda.

"Dana Rp 150 juta sampai Rp 200 juta itu ditandatangani Wakil Gubernur, saya. Nah, di atas Rp 200 juta ditandatangani Gubernur," ucapnya.

Pencairan yang ditandatanganinya, lanjut Erry, ialah berjumlah 923 dari total sebanyak 1.482 pencairan dana. Semua pencairan dana hibah atau bansos itu, sebut Erry, telah dipertanggungjawabkan penerima melalui LPJ.

"Hanya memang ada 12 lembaga yang terlambat melaporkan LPj, tetapi semuanya itu sudah melaporkan pertanggungjawabannya. Kalau yang lain saya enggak tahu," ucap dia.

Lagi pula, Erry mengatakan, verifikasi penerima dana hibah atau Bansos dilakukan oleh SKPD terkait berdasarkan surat keputusan (SK) gubernur.
"Verifikasi itu di SKPD. SK-nya dikeluarkan oleh Gubernur. Jadi, posisi saya hanya bertugas menandatangani pencairan dana antara Rp 150 juta sampai Rp 200 juta," kata Erry.

Kejagung sudah menetapkan Gubernur Sumut kini nonaktif Gatot Pujo Nugroho dan Kepala Badan Kesbangpol dan Linmas Sumut Eddy Sofyan sebagai tersangka dugaan korupsi penyaluran dana hibah dan Bansos.

Gatot diduga menetapkan para penerima bantuan dana tanpa dilakukan evaluasi terlebih dulu. Sedangkan Eddy Sofyan diduga melakukan penyimpangan saat melakukan verifikasi para penerima dana bantuan, sehingga dana hibah diterima oleh pihak yang tidak berhak dan merugikan keuangan negara Rp 2.205.000.000.***