PEKAN Olahraga Nasional (PON) XVIII tahun 2012 di Provinsi Riau, segera dibuka besok, Selasa (11/9/2012).
Seluruh rakyat Riau menunggu dengan sebuah harapan ''Sukses PON Riau''. Tak ada satu pun terbersit PON yang merupakan pesta olahraga nasional terbesar ini, gagal.


Harapan demi harapan akan dimulai sejak, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menekan tombol sirene, tanda dimulainya hajatan terbesar di tanah air ini. Jutaan mata rakyat Indonesia akan menyaksikan pembukaan yang digadang-gadang lebih spektakuler dibandingkan Sea Games di Palembang.


Kita semua berharap, mulai besok, harapan-harapan mengukir sejarah itu akan dikenang dengan baik. Dan gema PON akan menjadi momentum yang tepat untuk pembinaan olahraga di daerah ini.


Namun sepekan jelang pembukaan berbagai peristiwa melanda. Kabut asap menyebar menyelimuti seluruh wilayah Riau, venue-venue belum siap meski sudah dapat digunakan, kanopi lapangan tenis PTPN V ambruk, wasit meninggalkan lapangan, adu jotos terjadi di arena pertandingan, wisma atlet belum siap, pusat informasi media centre tidak berjalan sesuai yang diinginkan, dan yang paling mengejutkan adalah masuknya berbagai produk barang dan jasa ke Riau baik berupa bus hingga pengadaan berbagai fasilitas.


Dan jika diurai peristiwa demi peristiwa menjelang PON XVIII, maka sebuah buku tebal akan tercipta lewat karya-karya yang mengalir. Cerita-cerita yang membuat kagum sekaligus menyedihkan.


PON XVIII yang digelar 9 - 20 September 2012, diharapkan mampu memberikan efek samping terhadap peningkatkan ekonomi rakyat Riau. Mampu menumbuh kembangkan usaha kecil di daerah ini. Seperti halnya yang didengungkan pada catur sukses PON XVIII 2012.


Tapi apakah rakyat Riau memang sudah menerima apa yang dijanjikan, jika untuk memobilisasi massa yang menggunakan bus dan mobil rental harus mendatangkan dari luar, pembuatan website resmi PON menggunakan tenaga daerah lain, pengadaan kostum dan peralatan juga diimport. Dan jangan ditanya siapa saja yang kecipratan pembangunan venue. Sangat ironis jika PON yang sebagian besar menggunakan APBD daerah ini justru dimanfaatkan oleh usaha dari daerah lain.


Diakui atau tidak, harga produk dan jasa di daerah Riau, memang lebih tinggi dibandingkan di daerah Jawa dan provinsi lain di Sumatera. Namun pemerintah daerah terutama pemegang jabatan -- yang umumnya juga terlibat sebagai panitia PON -- seharusnya memainkan peran pembinaan yang lebih besar. Fungsi pembinaan pemerintah daerah seharusnya memberi penyadaran kepada panitia bahwa pemakaian produk dan jasa Riau akan mampu mendorong bangkitnya perekonomian di daerah ini.


Tapi semuanya sudah berjalan, bus-bus dan mobil rental dengan plat kendaraan luar Provinsi Riau sudah menghiasi jalan-jalan kota, jasa pembuatan website, event organizer, dan tenaga kerja sudah berjalan dari provinsi yang berbeda. Tak ada yang harus disesali, selain kewajiban membayar tiket saat menonton beberapa pertandingan yang menggunakan dana rakyat Riau.


Kita hanya bisa berharap PON berikutnya yang akan dilaksanakan di Jawa Barat, tidak lagi menjadikan rakyat sebagai objek dan penonton di negeri sendiri. Pemerintah daerah harus memainkan fungsi pembinaan bagi tumbuh kembangnya usaha daerah. Walau harga-harga mahal di negeri sendiri, pemerintah daerah justru mencarikan solusi dan memainkan fungsi pembinaannya, bukan lari dan berlindung dengan kekuatan ekonomi daerah lain.


Hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri, walau cemas dengan kemampuan, rakyat sendiri tetap diberi. Jika pemerintah di negeri ini tak percaya dengan kemampauan rakyat sendiri, kemana lagi nak mengabdi. Sukses PON Riau. ***