Selesai salat, Aisya masuk ke kamarnya dan membuka jendelanya untuk menenangkan rasa cemburu yang tadi membara, seraya melihat bintang-bintang yang berkerdipan di langit kelam. Tak lupa juga ia melihat ke arah rumah Syarief yang mulai terlihat gelap.

Namun tiba-tiba terbesit di hatinya “kenapa ya? kak Syarief gak ngajak Aisya pacaran? jangankan ajak pacaran, membahas tentang pacaran pun tak pernah!” Aisya merasa cintanya digantung oleh Syarief, walau hatinya juga merasai bahwa Syarief mencintainya, tapi kenapa gak pacaran? Itu yang membuat Aisya bingung dengan Syarief.


***


Sementara Syarief, selesai dari salatnya, ia  duduk di meja belajarnya, seraya ia berkata kepada Rival yang sudah merebahkan tubuhnya di atas ranjang sambil membaca bukunya.
“Rival kenal sama Naila?” tanya Syarief.
“Kenal, kenapa?” tanya Rival sambil bangkit dari tidurnya.
“Tadi, ia titip salam buat kakak lewat Mista.”
Rival bangkit dari tidurnya, dan tertawa berbahak-bahak, sehingga membuat Syarief merasa heran.
“Dulu Rozi juga suka sama Naila!”


Syarief kaget mendengar berita itu, dan melihat ke arah Rival yang duduk di ranjang, di belakangnya.
“Yeh… kok jadi begini? kakak jadi gak enak ni sama Rozi.” kata Syarief khawatir
“Ogah saja kak, kakak cukup sama Aisya aja!”
“Ia juga, tapi bagaimana dengan Rozi, Naila?”
“Itu bisa diatur kak.” kata Rival sambil merebahkan tubuhnya kembali. Sementara Syarief, ia mulai membuka buku pelajarannya untuk belajar, dengan pikiran yang masih gelisah dengan keadaan Aisya.

Selesai belajar, ia tersenyum sambil memasukkan buku-buku pelajarannya dalam tas, dan sejenak ia merenung, akan cinta Aisya yang diberikan untuknya, yang semakin hari semakin meningkat, sehingga membuat cinta di hatinya semakin naik, ia yakin bahwa inilah cinta yang patut untuk dicinta, sehingga ia menelan cinta Aisya dalam-dalam.


Salah satu tanda seseorang yang sedang jatuh cinta itu suka menulis, begitulah yang akan dilakukan oleh Syarief pada malam ini. Ia mulai menulis kisah cintanya bersama Aisya, dari pertama ia melihat Aisya, yaitu malam pertama ia kembali ke desa, ketika ia bersilaturrahmi ke rumah Bu Aini. Ternyata yang menghidangkan air untuknya malam itu adalah wanita yang kini ia cintai. Sampai kejadian yang baru saja
terjadi malam ini, yaitu malam ketika Aisya cemburu, karena ada yang titip salam untuknya. Ia juga menuliskan rencananya, yang akan ia jalani bersama Aisya, yaitu jalan cinta sampai di sana, tanpa kata pacaran.


***

Di esok harinya jam 3 seperti biasa Syarief dan Aisya mengajar anak-anak bersama. Syarief masih gelisah dengan kejadian semalam, maka sesekali ia memandang Aisya yang sedang mengajar anak-anaknya, dalam ruang waktu yang berkesempatan sangat sempit, karena sedang berfokus mengajar, namun ia tidak menyangka, ternyata Aisya juga melihatnya.

Maka Syarief pun melontarkan satu senyuman kepada Aisya.  Sementara Aisya yang duduk di sana, ia mulai mencerahkan wajahnya, dan membalas senyuman Syarief. Sampai jam sudah menunjuki jam 5 sore, mereka berdua pulang bersama, yang ditemani oleh anak anak mereka yang lucu dan imut. Sambil
berjalan, Aisya pun mulai mengeluarkan kata-katanya seperti biasa.

“Gimana kabar kakak?”
“Baik Sya... Aisya sendiri?”
“Baik juga kak.”
“Oia biasanya sore-sore ke mana ja Sya?”
“Gak ke mana-mana kak.”
“Kakak mau ke tempat Naila!”  canda Syarief.
Aisya pun menjawab dengan rasa pura-pura cuek, karena ia meyakini, Syarief tidak berani melakukan itu, dan meyakini cinta Syarief hanya untuknya.

“Pergilah, Aisya juga mau ke tempat laki-laki lain.”
“Canda kok Sya...“ jawab Syarief sambil melihat wajahnya dan mencoba mengajaknya ketawa.
“Serius pun boleh!” jawabnya singkat sambil masuk ke rumahnya dan
Syarief pun pulang ke rumahnya untuk salat Ashar.