JAKARTA - Harapan Agnes Chow menduduki kursi Dewan Legislatif Hong Kong kandas setelah pada pekan lalu pemerintah menolak dirinya masuk dalam daftar pencalonan pejabat politik. Dikutip dari merdeka.com, The Guardian menulis, penolakan itu merupakan upaya pemerintah menghalangi Chow dan rekan-rekannya di Partai Demosisto, duduk di Dewan Legislatif, disebabkan pandangan partai politik Chow yang dengan tegas menyatakan pro-demokrasi.

Chow bersama rekan aktivisnya, Joshua Wong dan Nathan Law mendirikan Partai Demosisto di tahun 2014 lalu. Ketiganya memutuskan untuk mendirikan partai politik setelah 11 minggu melakukan demonstrasi bersama.

Kehidupan remaja Chow, tidak selalu menjadi sasaran kemarahan pemerintah Beijing. Dia tumbuh layaknya remaja pada umumnya. Tidak kenal masalah sosial.

Titik balik Chow dimulai saat usianya menginjak 15 tahun. Ketika itu dia menemukan unggahan Facebook yang menunjukkan ribuan generasi muda yang gelisah, mendesak adanya perubahan. Ribuan anak muda yang terlihat seperti siswa sekolah menengah, sama sepertinya.

Tahun 2012, menjadi kali pertama baginya turun ke jalan, menjadi bagian dari para pengunjuk rasa. Saat itu pula, ia mengenal Joshua Wong.

Meski belum juga menginjak usia 18, keduanya sudah berani menyuarakan kritik terhadap rencana pemerintah untuk mengenalkan pendidikan moral dan nasional. Rencana program pemerintah itu menuai kritikan, karena dinilai menjadi peluang bagi pemerintah melakukan 'pencucian otak'.

Bersama Wong, Chow menebarkan ide-ide segar dan arah baru bagi oposisi. Gerakan politik Chow bersama Wong dan Law pun berhasil menginspirasi generasi muda.

Sayangnya, partai politik mereka tidak mendapat persetujuan dati pemerintah. Seorang pejabat Hong Kong mengatakan, salah satu alasan ditolaknya Partai Demosisto adalah pandangan partai mereka yang mendukung masyarakat untuk menentukan ''nasibnya' sendiri, sebagaimana prinsip demokrasi.

''Medan kita tidak akan pernah bisa mencalonkan diri lagi, mungkin kita tidak akan pernah bisa masuk ke lembaga-lembaga (pemerintah) ini, tetapi mereka hanya sepotong kecil dari kue yang besar,'' ucap rekan seperjuangan Chow, Joshua Wong.

Atas penolakan pemerintah terhadap gagasan pro-demokrasi mereka, Chow dan Wong khawatir pemerintah akan membuat definisi baru tentang kriteria pandangan politik yang akan dilarang. Lebih jauh, mereka khawatir pemerintah akan melanjutkan gerakan untuk melawan politik oposisi.

''(Diskualifikasi Chow dalam pemilihan legislatif) menunjukkan bahwa pemerintah akan secara progresif menargetkan semua orang di kubu pro-demokrasi,'' kata Wong membela rekannya.

Keputusan pemerintah untuk menggugurkan gadis berparas cantik itu dalam pendaftaran legislatif, menjadi pukulan keras bagi aktivis demokrasi Hong Kong. Selama setahun ini, para anggota parlemen terpilih diberhentikan dan para pemimpin protes dipenjara akibat menyuarakan demokrasi.

Sebelumnya, pihak berwenang sempat menargetkan para aktivis pro-demokrasi. Namun dengan dukungan partainya, Chow berhasil lolos dari daftar target polisi.

Dalam memperjuangkan hak demokrasi Hong Kong, gadis 21 tahun itu tak segan untuk menentang pemerintah China. Bahkan, hak Hong Kong untuk menentang pemerintah China juga disuarakannya ke masyarakat internasional.

Ruang kecil di sebuah gedung yang di kelilingi pertokoan, menjadi saksi di mana Chow meluapkan pandangan politiknya. Dalam markas politiknya itu, Chow memprediksikan pandangan suram demokrasi Hong Kong, jika masyarakat internasional tidak angkat bicara.

''Larangan terhadap saya bukan masalah pribadi, ini menargetkan seluruh generasi muda yang memiliki pandangan berbeda dari pemerintah,'' ungkap Chow dengan suara lembutnya.

Menurut Chow, pemerintah tidak akan menerima setiap pemikiran yang dianggap menyimpang dari pandangan Partai Komunis. ''Pemerintah hanya menginginkan orang-orang muda yang menunjukkan kecintaan mereka kepada China dan Partai Komunis,'' tegasnya.

Tunda Pendidikan

Dilansir dari The Guardian, Chow melepaskan kewarganegaraan Inggrisnya demi memenuhi persyaratan untuk mencalonkan diri di pemilihan legislatif. Bahkan, dia juga rela mengorbankan pendidikannya di tingkat perguruan tinggi untuk itu. Meski demikian, hal ini tidak dipandangnya sebagai pengorbanan.

''Banyak orang mungkin melihat ini sebagai pengorbanan, tetapi bagi saya bukan,'' katanya.

Dia membandingkan dirinya dengan para aktivis yang harus dihukum penjara demi menyuarakan pandangan politik. ''Saya berkomitmen untuk berjuang bagi Hong Kong, dan itu tidak seberapa dibandingkan dengan mereka yang kini ada di penjara,'' imbuhnya.

Ketika krisis politik melanda Hong Kong, Perdana Menteri Inggris Theresa May menemui Presiden China Xi Jinping di Beijing. Pertemuan itu menjanjikan bahwa topik pelik mengenai hak asasi manusia akan diangkat dalam pembahasan keduanya. Kunjungan Theresa May dipandang Chow sebagai peluang yang terlewatkan.

''Inggris perlu menunjukkan sikap yang lebih kuat, bahwa mereka benar-benar meminta pertanggungjawaban China,'' tutur Chow.

Lebih lanjut Chow mengungkapkan, dirinya memiliki harapan yang tinggi terhadap Inggris dibandingkan negara lain. ''Inggris memiliki perjanjian internasional dengan China dan kewajiban untuk memantau situasi di sini,'' jelas Chow mengenai alasannya berharap pada respons Theresa May.

Chow menjelaskan, Inggris menunjukkan perhatiannya atas penolakan dirinya dalam pemilihan pejabat politik. Melalui kantor luar negeri, Inggris menyatakan penolakan Chow sebagai kelemahan dan ketidakberdayaan.

Sementara itu, Uni Eropa dan Kanda bahkan lebih banyak mengeluarkan teguran langsung. Kedua kompak menyatakan, langkah penolakan tersebut dapat berisiko mengurangi reputasi Hong Kong di mata Internasional, sebagai negara yang bebas dan terbuka.

Dukungan lain juga ditunjukkan oleh anggota parlemen AS. Baru-baru ini, Agnes Chow dan rekan-rekannya dinobatkan oleh parlemen AS untuk menerima penghargaan perdamaian Nobel 2018. Parlemen AS memuji mereka, karena dinilai gigih dalam komitmen damai dan menegakan prinsip Hong Kong yang bebas dan makmur.

''Di masa depan, saya khawatir siapa pun yang menentang kebijakan pemerintah akan dianggap sebagai musuh negara,'' tandas Chow, ungkapkan kecemasannya. ***