SOLO - Meski berasal dari keluarga dengan ekonomi lemah, tidak menghalangi Hafidh Rifai Kusnanto meraih prestasi belajar mengagumkan. Remaja yang sudah ditinggal ayahnya untuk selama-lamanya itu memperoleh nilai sempurna dalam Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Dikutip dari merdeka.com, siswa kelas XII IPA 6 SMAN 4 Surakarta itu mendapatkan nilai 100 untuk semua mata pelajaran dalam UNBK.

Putra sulung pasangan almarhum Amat Kusnanto dan Supatmi itu tidak mengira jika hasil ujiannya dapat nilai sempurna.

Hafidh memang mengaku untuk mata pelajaran Fisika dan Matematika optimis meraih nilai sempurna. Sedangkan dua mata pelajaran lainnya, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia tidak disangkanya dapat nilai 100 juga.

''Saya yang yakin bisa dapat nilai 100 itu Matematika dan Fisika. Kalau untuk Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris memang sempat ragu untuk beberapa soal. Tapi ketika tahu hasil nilainya 100 itu, kaget dan nggak nyangka saja,'' kata Hafidh saat ditemui di sekolahnya.

Kecintaan terhadap mata pelajaran Matematika, Fisika dan Kimia memang telah muncul sejak duduk di bangku SMA. Menurutnya mata pelajaran tersebut penuh dengan tantangan dan seru. Hanya saja dari sejumlah pelajaran, yang paling kurang disenangi mata pelajaran Biologi.

''Sejak dulu nilai yang menonjol di rapor itu Matematika, Kimia dan Fisika dengan nilai 90. Sedangkan yang paling jelek nilainya itu Biologi karena susah menghafalnya,'' kata dia.

Keberhasilan remaja kelahiran Sukoharjo, 11 Oktober 2006 itu meraih nilai sempurna dalam UNBK merupakan buah kerja keras.

Ia mengaku setiap pulang sekolah selalu belajar dengan membaca buku pelajaran dari sekolah hingga membaca materi soal pelajaran di internet. Kegiatan belajar itu juga dilanjutkan saat malam tiba, sehabis Isya juga masih bergelut dengan buku pelajaran hingga pukul 22.00 WIB.

''Belajar selama ada waktu longgar seperti sehabis sekolah. Setelah itu pada malam hari belajar hingga rasa kantuk datang,'' kata putra sulung dari empat bersaudara ini.

Tak seperti teman-teman sekolahnya yang mengikuti kegiatan bimbingan belajar di luar sekolah, Hafidh hanya belajar di rumah.

Materi pelajaran yang disampaikan oleh gurunya kembali dipelajari di rumah. Jika menemui kesulitan, ia akan berselancar di dunia maya untuk mencari jawabannya.

''Saya tidak ikut bimbingan belajar karena orang tua kesusahan biaya untuk membayar les di luar sekolah. Saya kira pelajaran yang saya terima dari sekolah sudah cukup dan banyak latihan mengerjakan soal ujian,'' ungkapnya.

Ia mengaku jika ekonomi keluarganya jauh dari kata berlebihan. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari sang ibu berjualan mainan di depan salah satu SD di Kartasura. Sebelumnya dilakukan sang ayah sebelum meninggal.

Uang dari hasil berjualan mainan tersebut mampu untuk membiayai sekolah empat anaknya.

''Kadang kalau pas ramai ibu bisa membawa pulang uang Rp50 ribu Rp60 ribu. Saya nggak pernah diminta bantu jualan mainan. Ibu selalu berpesan untuk tetap fokus belajar dengan sungguh-sungguh dan jangan lupa sama yang di atas,'' katanya dengan nada lirih.

Sebagai anak yang sederhana, ia berangkat sekolah dengan naik bus dari tempat tinggalnya yang di Wirogunan RT 02 RW 03, Kartasura, Sukoharjo.

Jarak antara rumah dengan SMAN 4 Surakarta yang terletak di selatan Mapolresta Solo itu sekitar 10 kilometer. Waktu perjalanan membutuhkan waktu sekitar 30 menit.

''Untuk berangkat dan pulang sekolah naik bus. Saya nggak punya motor karena yang punya motor ibu. Motornya ibu juga digunakan untuk jualan mainan,'' ucap peraih medali perak Olimpiade Sains Nasional 2017.

Sebagai anak sulung, ia mengakui selalu momong dan membantu adik-adiknya. Bahkan, di sela-sela belajar pada malam hari, ia mendampingi adik-adiknya untuk belajar dan mengerjakan PR.

Baginya hal tersebut bukan menjadi penghalang, namun justru menjadi penyemangat untuk belajar. ''Kalau malam belajar serta momong adik-adik. Ya seperti membantu belajar adik,'' akunya.

Setelah berhasil meraih nilai ujian nasional yang sangat sempurna, kini Hafidh melangkah masuk bangku perguruan tinggi.

Ia dinyatakan lolos masuk Jurusan Elektro Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta melalui jalur SNMPTN dengan kriteria seleksi penerimaan berdasarkan nilai rapor, nilai Ujian Nasional serta prestasi akademis.

''Cita-cita saya memang ingin menjadi engineer jadi saya daftar Jurusan Elektro UGM yang banyak fisikanya. Saya juga sedang mendaftar beasiswa melalui bidikmisi,'' kata Hafidh yang sangat menyukai game simulator balapan F1.

Awalnya Hafidh ingin sekali kuliah mengambil jurusan astronomi. Hanya saja jurusan tersebut hanya ada di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Menurutnya jarak tersebut sangat jauh sehingga lebih memilih kuliah di UGM Yogyakarta. Seperti diketahui bahwa Hafidh kepincut dengan dunia astronomi, tak pelak kegiatan ekstrakulikuler yang diikutinya juga klub astronomi.

''Kegiatan dalam klub astronomi itu selain utamanya mengamati benda langit juga sharing tentang info-info astronomi terbaru. Selain itu saya juga ikut organisasi klub astronomi di sekitar Surakarta,'' ucapnya.

Saat ditanyai mengenai tokoh idola, Hafidh dengan tegas langsung menjawab CEO SpaceX, Elon Musk.

''Saya pingin bergabung SpaceX tapi itu perusahaan Amerika Serikat jadi kalau bekerja di sana harus berpindah kewarganergaraan, jadi saya nggak bisa (untuk pindah warga negara),'' ungkapnya. ***