SEOUL - Angka kelahiran di Korea Selatan (Korsel) sangat rendah, hanya 1,05 kelahiran per perempuan. Hal ini disebabkan rendahnya keinginan masyarakat di Negeri Ginseng itu memiliki anak. Dikutip dari liputan,6.com, pasangan di Korsel lebih memilih melihara hewan dari pada memiliki anak, seperti diakui Kang Sung-il. Setiap kali kembali dari perjalanan bisnis, Kang Sung-il selalu membeli oleh-oleh mainan untuk Sancho. Sancho bukan anaknya, melainkan anjing jenis Pomeranian yang dipeliharanya.

Pada liburan Tahun Baru Imlek tahun ini, Sancho punya baju baru seharga US$ 50 atau sekitar Rp770.200. Sung-il membelikan baju itu untuk dikenakan Sancho saat mengunjungi 'nenek'', ibu Kang Sung-il.

Menurut Kang dan istrinya, biaya untuk membesarkan anak-anak terlalu mahal dan terlalu banyak tekanan. Jadi, Kang dan istrinya lebih memilih untuk membanjiri Sancho dengan kasih sayang dan hadiah, demikian dikutip dari VOA Indonesia, Jumat (25/1/2019).

Mereka tidak sendirian. Industri hewan peliharaan Korea Selatan sedang naik daun. Berkembangnya industri hewan peliharaan dipicu oleh faktor-faktor yang sama, yang membuat angka kelahiran negara itu hanya 1,05 kelahiran per perempuan, terendah di dunia.

Tingginya biaya pendidikan dan perumahan serta hari kerja yang sangat panjang juga menjadi salah satu faktornya.

''Tekanan sosial di Korea Selatan menuntut para orangtua untuk menyediakan kebutuhan anak selama beberapa dekade dari sekolah swasta hingga bimbingan belajar kelas seni,'' kata Kang yang bekerja sebagai manajer di rumah pemakaman hewan pemeliharaan.

Ia berkata sulit untuk membayangkan bisa membayar semua itu, tetapi merasa senang untuk menghabiskan sekitar 100.000 won atau sekitar Rp 1,25 juta per bulan untuk Sancho.

Selain mahalnya biaya pendidikan, data dari Bank KB Kookmin menunjukkan rata-rata orang Korea Selatan harus menganggarkan uang setara sekitar 12,8 tahun pendapatan untuk membeli rumah kelas menengah, dibandingkan dengan 8,8 tahun pada 2014.

Tekanan berikutnya adalah, orang Korea Selatan menduduki posisi ketiga dengan waktu kerja terbanyak di antara negara-negara yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD-Organisation for Economic Co-operation and Development), hanya tertinggal dari Meksiko dan Costa Rica.

''Populasi hewan peliharaan meningkat seiring dengan pilihan orang-orang untuk tidak memiliki bayi atau bahkan menikah,'' kata Kim Soo-kyung, manajer Samjong KPMG Economic Research Institute (ERI).

Data pemerintah menunjukkan, keluarga yang memiliki hewan peliharaan melonjak hingga 28 persen pada 2018, dibandingkan dengan 18 persen di 2012.

Hal ini telah memacu industri perawatan hewan peliharaan untuk menawarkan berbagai hal mulai dari diet hewan peliharaan hingga pemotretan berharga fantastis. Perusahaan rintisan yang berhubungan dengan hewan peliharaan juga kini menjadi populer di kalangan usaha kapitalis.

Menurut Korea Rural Economic Institute (KREI) , industri terkait hewan peliharaan di Korea Selatan bernilai 2,7 triliun won atau sekitar Rp 34 triliun pada tahun lalu dan bisa lebih dari dua kali lipat pada 2027.***