PERTAMAkali diterbitkan tahun 2003, majalah Emel hanya dijual di toko-toko buku yang khusus menjual buku-buku Islam di Inggris Raya. Ya, Emel memang merupakan majalah yang mengupas gaya hidup Muslim. Dua tahu kemudian atau September 2005, satu-satunya majalah bernuansa Islam di Inggris itu, September 2005, memperluas distribusi dan sirkulasinya untuk umum, karena ternyata kalangan non Muslim juga mulai meminati majalah tersebut. Menurut catatan Wikipedia, kini Emel beredar di 30 negara.

Dikutip dari republika.co.id, Sarah Joseph adalah orang di belakang kesuksesan Majalah Emel. Sarah adalah seorang Muslimah Inggris yang memeluk Agama Allah SWT bukan dari jalur keturunan dan keluarga. Wanita yang kini berusia 39 tahun itu mulai mempelajari Islam dan bersyahadat pada usianya yang sangat belia, 16 tahun.

Sejak remaja, Sarah memiliki rasa ingin tahu yang besar tentang Islam. Ia pun membaca berbagai literatur keislaman. Sebelum memeluk Islam, Sarah adalah pemeluk Katolik. Dia termasuk remaja yang aktif dalam berbagai kegiatan agama, sosial, dan politik.

Kesadaran beragamanya waktu itu benar-benar muncul dari dalam hatinya hingga berpengaruh dalam aktivitasnya di tengah masyarakat. Sang ibu, Valerie Askew, bahkan sering mengatakan putrinya itu sangat agamis, meski masih sangat kecil.

Tidak seperti Sarah, kedua orangtuanya justru tak peduli agama. Hari-hari sang ibu lebih banyak disibukkan untuk mengelola bisnis agensi modelingnya, Askew's Modelling Agency. Sementara ayahnya disibukkan oleh pekerjaannya sebagai seorang akuntan ternama di Inggris.

Sarah dididik di St George’s School, Hanover Square, Mayfair and St Thomas More School, Sloane Square, Chelsea. Gelar sarjana muda diraihnya dari  Department of Theology and Religious Studies, King’s College London.

Ketika usia Sarah menginjak 13 tahun, kakak laki-lakinya memutuskan masuk Islam karena alasan perkawinan. ''Terang saja saya benci dengan keputusannya. Waktu itu dia saya tuduh menjual keyakinan hanya karena wanita,'' ujar Sarah dalam sebuah wawancara khusus dengan the Sunday Times edisi 9 Oktober 2005.

Kala itu, Sarah masih merasa asing dan takut dengan Islam. Terlebih lagi, dia banyak mendengar tentang sisi negatif agama Islam. Untuk membuktikan kebenaran informasi yang didengarnya itu, dia pun memutuskan untuk mencari tahu lebih jauh tentang Islam. ''Sungguh, saat itu saya benar-benar ingin tahu,'' tuturnya.

Ia menghabiskan satu tahun untuk menyelami Alquran dan hadis. Berbeda dengan beberapa teman mualafnya, pada awal belajar Islam, dia justru menghindari untuk bertemu dengan sesama Muslim atau mereka yang telah bertukar agama menjadi Muslim. Ia ingin kesadaran berislam tumbuh dari dalam dirinya, bukan karena pengaruh orang lain.

Sarah mengaku sangat terkesan dengan tata cara shalat umat Islam. ''Jujur saja, satu hal yang membuat saya menerima Islam adalah saat melihat orang shalat. Kala mereka bersimpuh dalam sujud dengan penuh kerendahan diri. Saya kira, inilah yang disebut kepatuhan atau ketundukan sebagai seorang hamba,'' kenang Sarah.

  Dia juga mengaku terkesan dengan kesabaran, kejujuran, dan integritas yang dimiliki Nabi Muhammad SAW. Satu hal lagi yang juga membuatnya terkesan dengan agama Allah SWT itu karena Islam dinilainya telah membangun kesetaraan antara pria dan wanita. Dia mencontohkan, para pria dan wanita dalam masyarakat Madinah yang berjuang bersama-sama di jalan Allah

Dengan tekad bulat, ia pun memutuskan untuk meninggalkan ajaran Katolik. Saat itu, usianya baru menginjak 16 tahun. ''Secara perlahan, Islam menjawab semua pertanyaan saya yang telah mengendap sekian lama, terutama tentang Trinitas. Selain itu, Alquran tidak mengalami perubahan sama sekali, lain dengan Bibel.''

Awalnya memang berat bagi Sarah. Perlu beberapa waktu untuk merealisasikan Islam dalam diri dan kehidupannya, terutama membawanya ke dalam keluarga dan lingkungan sosial. ''Tapi, lama-kelamaan, keluarga melihat saya tetap dapat berkontribusi untuk masyarakat kendati sebagai seorang Muslim. Hal itu bikin mereka gembira dan dapat menerima saya kembali,'' paparnya.

Awalnya, kedua orangtuanya menolak rencana Sarah untuk memeluk Islam. Bahkan, mereka mengucapkan kata ''belangsungkawa'' kala Sarah mulai mengenakan jilbab, setahun setelah memeluk Islam. Namun, dalam pandangan Sarah, mengenakan jilbab merupakan sebuah pilihan. ''Saya memang sangat ingin pakai jilbab. Saya ingin benar-benar menjadi seorang Muslimah,'' ujarnya.***