AISHA Jibreel Alexander tiba-tiba merasakan keanehan pada dirinya. Ketika mendengar suara azan, air matanya berlinang. Peristiwa itu terjadi saat Aisha sedang berjalan menuju ke sebuah restoran di Bahrain. Dikutip dari republika.co.id, Aisha bercerita, suara azan itu didengarnya sangat merdu dan syahdu, hingga menyentuh relung jiwanya. Ia pun tergugah dan akhirnya memutuskan memeluk agama Islam.

''Di momen tersebut, saya yakin bahwa Islam memang untuk saya,'' katanya.

Kisah pertemuannya dengan Islam itu mengalir begitu saja, tentu ada kuasa Allah SWT di sana. Ini tak terlepas pula dari profesi pilot yang ia lakoni. Pekerjaannya ini membawanya keliling dunia dan bertemu dengan bermacam-macam orang dan budayanya. 

Pertama kali ia bersinggungan dengan Muslim adalah saat bekerja di sebuah perusahaan Kanada yang dimiliki oleh orang Islam. Hanya saja, ia belum terlalu tertarik, selain masih muda juga fokus pada karier.

''Itu sekitar 2001,'' tutur dia.  

Banyak negara telah dikunjunginya, termasuk Malaysia dan negara di Timur Tengah. Bekerja jauh dari keluarga seperti ini selalu membuatnya merasa kesepian. Doa yang dipanjatkan setiap pagi dan malam pun tak bisa mengikis rasa sepi tersebut. Karena kesibukannya, ia juga tak pernah sempat pergi ke gereja.

Pengalamannya saat pergi ke negara di Timur Tengah membuatnya mengenal lebih dalam tentang Islam. Pertama, yang membuatnya tertarik adalah aturan untuk memakai pakaian yang tidak boleh seksi dan ketat. Saat itu, ia ikut mengenakan pakaian panjang nan longgar untuk menghormati budaya setempat dan ia merasa nyaman dengan pakaian tersebut.

Keyakinannya mulai berubah saat itu. Ia kemudian mengunduh program Alquran dan berbagai program pendidikan dasar Islam. Ia mulai mencari tahu lebih banyak tentang Islam. Hingga akhirnya sewaktu sedang berada di Argentina, ia menghubungi komunitas Muslim setempat untuk bergabung dan mempelajari Islam.  

Hidayah yang ia terima itu tentunya sangat bertolak belakang dengan keyakinan yang ia peluk selama ini. Aisha Jibreel Alexander terlahir dan dibesarkan oleh keluarga Katolik Roma yang taat. Ia pun menimba ilmu dasar hingga perguruan tinggi di yayasan Katolik. 

Sebenarnya ketika usia remaja, ia penasaran dan mempertanyakan apa yang dikenal dengan ''dogma'' dari iman Katoliknya, juga tentang prinsip trinitas ketuhanan. 

Namun, setiap ia bertanya mengenai hal tersebut, jawaban yang diberikan oleh para biarawati selalu sama: ''Kau harus memercayai semua ini dan tidak perlu meragukannya. Jika kau meragukannya, berarti kau telah melakukan sebuah dosa.''

Jawaban ini selalu mengekangnya. Ia pun selalu takut untuk menantang imannya. Untuk amannya, ia tetap berada di jalan iman tersebut hingga ia biasa dan belajar berkompromi untuk percaya pada prinsip ketuhanan Katolik. Hingga akhirnya, peristiwa azan itu membuka pintu hidayah dalam kehidupan Aisha.***