SUKABUMI - Perjuangan Mukhlis Abdul Holik alias Adul, anakberusia 8 tahun, untuk bisa mengenyam pendidikan, sangat inspiratif. Bocah yang tinggal di RT 01 RW 01, Kampung Cikiwul, Desa Sekarwangi, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat ini merangkak untuk pergi dan pulang sekolah setiap hari. Dikutip dari kompas.com, Adul dan ratusan anak dari berbagai kampung di desa yang wilayahnya terletak di pinggiran kaki perbukitan Gunung Walat itu menimba ilmu di Sekolah Dasar Negeri (SDN) X. Adul masih duduk di bangku kelas 3.

Putra keempat dari empat bersaudara dari pasangan Dadan Hamdani (52) dengan Pipin (48) ini mengalami kelainan fisik pada bagian kedua kakinya sejak lahir dan kelainan pada bagian tenggorokan.

Adul yang lahir pada 8 April 2010 tidak bisa berjalan dengan normal seperti anak-anak lainnya.

Bila berjalan harus merangkak, dibantu dengan kedua belah tangannya yang juga dijadikan sebagai tumpuan utamanya.

Namun, Adul yang tinggal di Kampung Cikiwul RT 01 RW 01 desa setempat itu punya semangat tinggi untuk menempuh pendidikan.

Padahal, untuk mencapai sekolahnya, ia perlu menempuh jarak sekitar 3 kilometer (pulang-pergi 6 kilometer). Dari rumahnya di kaki perbukitan Gunung Walat menuju sekolahnya, Adul harus melintasi jalan setapak yang menurun.

Begitu sebaliknya, pulang sekolah Adul harus melintasi jalan menanjak.

Bila musim hujan, jalanan yang dilintasinya pun sangat licin dan cukup berbahaya.

Bahkan dia pun harus menyeberangi selokan dengan memanfaatkan jembatan terbuat anyaman bambu.

''Perjalanan seperti ini sudah biasa setiap hari,'' ungkap ibunda Adul, Pipin saat berbincang dengan Kompas.com di sela perjalanan pulang dari sekolah menuju rumahnya, Sabtu siang.

Perjalanan naik turun di jalan setapak ini sudah rutin dilakukannya sejak Adul mulai duduk di bangku sekolah.

Bahkan saat awal masuk kelas 1 hingga kelas 2, Adul harus digendong. Setelah masuk kelas tiga, Adul mulai terbiasa berjalan sendiri.

Untuk mencapai sekolahnya, memang tidak dilakukan dengan terus dengan berjalan kaki.

Karena, setelah mencapai jalan desa, bisa menumpang motor ojek sekitar 1 kilometer dengan ongkos Rp7.000 sekali jalan.

''Kalau ada uangnya kami pakai ojek. Tapi kalau lagi enggak ada uang ya terpaksa berjalan kaki sampai sekolah, begitu juga pulangnya,'' kata Pipin. ***