PYONGYANG - Pemerintah Pyongyang menyatakan, satu-satunya cara untuk mengatasi krisis semenanjung Korea adalah Amerika Serikat (AS) berlutut dan meminta maaf kepada tentara dan masyarakat Korea Utara (Korut). 

Pernyataan itu muncul ketika negara itu memperingati ulang tahun ke-64 gencatan senjata dengan tetangganya, Korea Selatan, pada hari Kamis (27/7/2017).

Tanggal gencatan senjata tersebut menandai berakhirnya Perang Korea 1950-1953. Rezim Kim Jong-un yang berkuasa di Korut memperingati gencatan senjata itu sebagai hari kemenangan. 

Meski gencatan senjata sudah berlangsung 64 tahun, kedua Korea secara teknis masih dalam keadaan perang karena tidak ada kesepakatan damai dari kedua negara.

Pernyataan pemerintah Korut itu muncul dalam editorial surat kabar Rodong Sinmun, media yang dikelola Partai Buruh—partai tunggal dan berkuasa di Korut. Media itu dalam editorialnya menyatakan, satu-satunya cara untuk meredakan ketegangan di wilayah Korea adalah jika Washington mengurangi ”kebijakan bermusuhan”.

”Hanya ada satu jalan keluar untuk AS, yaitu menarik kebijakan bermusuhan anakronistik terhadap Korut serta berlutut dan meminta maaf kepada tentara dan rakyatnya,” tulis surat kabar utama Pyongyang tersebut, yang dikutip Jumat (28/7/2017).

Pemerintah Korut melalui seorang juru bicara juga menyerukan militer Pyongyang untuk bersiap terlibat ketegangan lagi karena AS tidak mungkin mundur dengan sikap agresifnya.

Ketika rezim Kim Jong-un memperingati 64 tahun gencatan senjata dengan Korsel, muncul spekulasi bahwa Korut akan meluncurkan rudal. Namun, pihak berwenang Korea Selatan telah mengklarifikasi Pyongyang tidak melakukan uji tembak rudal meskipun ada pergerakan kendaraan berat di lokasi uji coba rudal.

”Saat ini, tidak ada tanda-tanda peluncuran rudal Korut yang dilakukan. Militer kami terus memantau secara ketat setiap provokasi Korut, memobilisasi aset pengintaian gabungan dengan AS,” kata juru bicara Kepala Staf Gabungan Militer Korsel, Kolonel Roh Jae-cheon, yang dilansir IB Times