SAHAM merupakan jenis investasi yang high risk dan high return. Skala perbandingan risiko baik untuk kerugian dan keuntungannya tidak lah jauh berbeda. Selain itu, tendensi turun dan naiknya nilai saham bisa berubah tidak lagi dalam hitungan hari bahkan bisa dalam hitungan jam. Akan tetapi godaan terhadap iming-iming keuntungan yang bisa diberikan dalam bermain saham, terkadang membuat orang banyak yang kurang berhati-hati dan akhirnya gagal dalam berinvestasi saham.
Pelaku di jenis investasi ini ada yang bertipe trader ada yang memang murni investor. Bedanya terletak pada saham yang dia miliki apakah mau dalam jangka panjang atau jangka pendek. Seorang trader cenderung transaksi dalam jangka pendek sedangkan jika disimpan dalam jangka panjang, berarti dia tipe investor.

Bagi Anda yang ingin memulai investasi saham, ada baiknya belajar dari kesalahan investor sebelumnya. Berikut ini tujuh kesalahan besar investor saham yang perlu Anda hindari:

1. Tidak Paham atau Tidak Peduli Sisi Fundamental

Fundamental perusahaan seharusnya menjadi analisa mendasar dalam mengambil keputusan untuk membeli sebuah saham. Sayangnya banyak investor lebih suka melihat tren sesaat dalam analisa teknikal. Hasrat ingin menghasilkan profit cepat di pasar modal, membuat investor saham cenderung mengabaikan fundamental perusahaan.

Padahal laba rugi perusahaan yang menjadi pemicu harga saham sangat tergantung fundamental perusahaan. Anda bisa bayangkan risiko yang mengancam investor jika sisi fundamental diabaikan.

2. Terjebak Saham Murah, Padahal Tidak Potensial

Sudah menjadi hukum bisnis, seorang investor ingin mendapatkan harga murah dan menjual saat harga tinggi. Tidak terkecuali di dunia saham. Sayangnya, banyak investor pemula salah memahami strategi investasi ini dengan mengambil saham dengan harga murah namun sejatinya memang saham tersebut berasal dari perusahaan yang tidak bagus.

Hal yang mendorong investor pemula membeli saham dengan harga murah adalah karena keterbatasan modal. Banyak investor pemula membeli banyak saham recehan dengan harapan dapat untung banyak, padahal aksi investasi seperti ini justru cenderung merugikan.

Return investasi Anda tidak bergantung pada berapa banyak jumlah lembar saham yang Anda pegang, melainkan dari masa depan perusahaan yang sahamnya ada di tangan Anda. Peluang lebih besar untuk mendapatkan keuntungan bisa didapatkan apabila Anda membeli sedikit saham unggul ketimbang membeli ribuan saham recehan.

3. Terjebak Transaksi Jangka Pendek (Short Selling) yang Berisiko

Transaksi jangka pendek (short selling) memang menggiurkan. Anda bisa bayangkan jika punya modal besar hanya dalam beberapa menit saja bisa meraup keuntungan jutaan rupiah dengan sistem seperti ini.

Namun sejatinya, transaksi seperti ini sangat menguras waktu, energi dan emosi. Di luar itu, risiko yang mengancam juga relatif besar. Harga yang berfluktuasi dengan cepat menuntut kemampuan investor saham yang berpengalaman dan bisa mengontrol emosi untuk melakukan transaksi pada saat yang tepat. Meraih profit dalam waktu singkat dengan model transaksi seperti sangat berisiko.

Untuk hasil maksimal, pasar saham hampir selalu menghasilkan return prositif dalam jangka panjang, yaitu di kisaran tiga tahun atau lebih.

4. Tidak Peduli Portofolio

Ada kejadian investor yang membeli suatu perusahaan, dan sengaja membiarkannya dalam jangka panjang dan setelah beberapa tahun kemudian perusahaan itu sudah besar dan sahamnya profit. Sekilas investasi seperti ini menguntungkan, namun sejatinya bukan suatu cara berinvestasi yang bagus.

Berapapun portofolio saham yang Anda miliki, Anda harus memonitor secara berkala. Tujuannya adalah agar jika saham perusahaan yang Anda miliki semakin bagus kinerjanya, maka Anda bisa menambah portofolio sehingga potensi keuntungan semakin baik dan jika sahamnya turun Anda tidak terlambat mengambil keputusan untuk menjualnya.

5. Terlalu Takut Rugi

Terlalu berani dan terlalu takut rugi dalam investasi saham sama berbahayanya. Salah satu kebiasaan investor saham yang keliru adalah gemar mencairkan profit kecil-kecilan, tetapi mereka seringkali enggan untuk menanggung rugi dengan cut loss pada saham-saham yang sedang "tenggelam".

Celakanya lagi saat harga saham turun drastis, investor tersebut tetap saja terus memegang saham yang sedang jatuh itu tanpa mempedulikan fundamentalnya dengan harapan bahwa harganya akan kembali naik. Tindakan seperti ini justru semakin membuat investor rugi semakin besar.

6. Salah masuk pasar

Pasar saham sangat sensitif terhadap kondisi di luar yang dimasukkan oleh media, bisa saja naik ataupun turun drastis. Seringkali kepanikan pasar melahirkan harga saham yang over priced atau underpriced. Idealnya, harga saham harus proporsional dengan total kapital dan prospek pendapatan sebuah perusahaan.

Aksi ikut-ikutan beli saham saat kondisi pasar bullish, membuat investor terjebak membeli saham-saham yang over priced. Seringkali investor tersebut terlewat optimistis dan mengharapkan harga terus menanjak. Sebaliknya, di pasar bearish, investor berubah pesimistis dan berusaha menjual saham justru di saat-saat mereka seharusnya berusaha membeli.

Investor saham yang sukses selalu mendasarkan investasinya pada nilai intrinsik saham dan mengejar saham-saham yang murah dengan basis itu. Mereka akan membeli saham perusahaan dengan fundamental kuat saat harganya di pasar turun, lalu baru menjualnya saat harga lebih tinggi. Kuncinya, jangan mengambil keputusan ekstrim saat kondisi pasar sedang bullish (sangat fluktuatif)

7. Salah Ikut Tips Saham dari Sumber yang Tidak Jelas

Teknologi memudahkan kita dalam berkomunikasi, salah satunya dalam berbagi tips jual beli saham. Namun sayangnya, tidak semua tips berasal dari sumber yang terpercaya. Lagi pula, dalam investasi tidak bisa diprediksi 100% bisa sukses atau gagal. Pahami juga bahwa nama besar saja tidak menjamin masa depan suatu perusahaan.

Investor saham yang baik memiliki kestabilan emosi yang baik pula sehingga tidak mudah menerima tip maupun saran dari sumber yang tidak jelas dan tanpa dianalisa terlebih dahulu.