Menimbun barang dagangan, khususnya bahan kebutuhan pokok, kerap dilakukan oleh pedagang. Tujuannya tidak lain untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Dilansir dari nu.or.id, Minggu (23/4/2017), tindakan ini membuat kebutuhan barang pokok menjadi semakin tinggi. Dengan begitu, harga barang meroket.

Sudah menjadi hukum ekonomi bahwa tingginya permintaan suatu barang tertentu di pasar akan membuat harga barang menjadi semakin mahal daripada harga aslinya. Harga sebuah komoditas yang melambung tinggi, tentunya akan memberatkan masyarakat. Tindakan ini termasuk ke dalam tindakan buruk dan tercela. Dalam istilah muamalah, perbuatan ini disebut dengan ihtikaar.

Karena memberatkan masyarakat, banyak hadis Nabi dan pernyataan ulama yang mengecam perbuatan menimbun barang dalam kondisi demikian. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan ada pedagang yang komitmen keagamaannya kuat, akan berusaha menghindari perilaku ini, di antaranya kisah pedagang yang dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin Jilid II.

Bersumber dari beberapa orang dahulu (salaf), diceritakan di sebuah daerah bernama Wasthin, ada seorang saudagar yang senantiasa berpedoman terhadap agama dalam menjalankan bisnisnya.

Ketika itu, pedagang ini sedang mempersiapkan gandum dagangannya di sebuah kapal yang akan dikirim ke Kota Bashrah. Dia pun bersurat kepada wakil yang diserahi tugas pengirimnya ini.

“ Jualah bahan makanan ini pada hari di mana barang tersebut sampai di tujuan dan janganlah ditunda hingga hari besok-besoknya, demikian isi surat itu.

Namun, pada saat yang bersamaan dengan tibanya kapal pengangkut gandum, kebetulan harga gandum di Bashrah sedang turun. Beberapa pedagang menyarankan sang wakil untuk menahan barang dagangannya supaya mendapatkan untung yang besar.

Sang wakil pun termakan bujukan dari pedagang dan mendapatkan untung yang besar. Peristiwa itu diberitahukan kepada saudagar pemilik gandum.