JAKARTA - Sebuah studi baru menunjukan bahwa harus ada tindakan untuk membatasi efek pemanasan global. Menyusul laporan bahwa Februari adalah bulan terpanas kedua, dan Januari ditempat ketiga. Karena suhu pencatatan dimulai pada tahun 1850, peringatan tambahan telah dirilis oleh komunitas ilmiah. The International Institute for Applied Systems Analysis (IIASA) telah menyelesaikan sebuah makalah yang diterbitkan oleh Nature Communications yaitu mendokumentasikan langkah yang harus dilaksanakan untuk mencegah ancaman suhu semakin panas di permukaan planet ini, akibat dari pemanasan global ditimbulkan oleh manusia yang disebabkan perubahan iklim, seperti dinukil dari Sputnik, Selasa (18/4/2017).

Catatan meteorologi merinci rata-rata suhu di seluruh dunia datang kembali setelah 137 tahun dan dibawa ke dalam oleh NASA. Dilaporkan bahwa suhu pada Maret 2017 mencapai 2,02 Fahrenheit (1,12 Celcius) lebih hangat daripada suhu rata-rata yang tercatat pada periode antara tahun 1951 dan 1980, dekat tempat kedua, di belakang hanya Maret 2016, yang 2,29 Fahrenheit (1,27 Celcius) di atas rata-rata.
Menurut studi IIASA, saat ini tingkat karbondioksida atmosfer, gas menciptakan efek rumah kaca sehingga meningkatkan suhu di Bumi. Sebelumnya, peningkatan belum pernah terjadi, dan jika tidak diperiksa bisa mencapai tingkat yang tidak terlihat sejak sampel inti mengungkapkan angka-angka serupa sekira 50 juta tahun.

Di antara saran adalah pengurangan penggunaan global dari bahan bakar fosil dari 25 persen pasokan energi dunia, turun dari puncak yang tinggi saat ini 95 persen. Juga dianjurkan untuk mengurangi emisi karena peningkatan karbon tenggelam dalam bentuk hutan, terutama dengan mengakhiri praktek penebangan.