ANKARA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam seluruh kritikan yang diarahkan kepadanya terkait kemenangannya dalam referendum konstitusi. Pemantau internasional dan kelompok oposisi mengecam keras hasil referendum itu.

Referendum konstitusi ini dipandang penting dalam membentuk sistem politik dan arah strategis Turki di masa mendatang. Turki telah menjadi anggota NATO sejak tahun 1952 dan berharap menjadi calon anggota Uni Eropa selama setengah abad terakhir. 

Berbicara di hadapan ribuan pendukungnya yang berkumpul di luar istana kepresidenan Ankara, seperti dilansir AFP, Selasa (18/4/2017), Erdogan menyerukan kepada para pemantau yang mengkritik hasil referendum untuk: "Tahu posisi Anda."

Referendum konstitusi yang digelar pada Minggu (16/4) waktu setempat, salah satunya mengatur perubahan sistem pemerintahan Turki, dari sistem parlementer ke sistem presidensial. Otoritas pemilihan umum Turki menyatakan, kubu 'Iya' meraup 51,41 persen suara dan kubu 'Tidak' hanya meraup 48,59 persen suara. Meskipun berbeda tipis, mayoritas rakyat Turki mendukung wewenang baru untuk Presiden Erdogan.

Kelompok oposisi Turki langsung mengecam hasil referendum. Mereka mengklaim hasil perolehan yang 'bersih' akan memberikan selisih beberapa persen saja untuk kemenangan kubu 'Tidak'. Partai oposisi utama Turki, Partai Republikan Rakyat (CHP) dan Partai Demokratik Rakyat (HDP) yang pro-Kurdi menyatakan akan menggugat hasil referendum itu. Mereka beralasan, kebanyakan kotak suara mengalami pelanggaran aturan. 

Oposisi mengeluhkan kampanye yang tidak adil oleh kubu 'Iya' sejak awal dengan monopoli saluran radio dan banyaknya papan iklan raksasa. Para pemantau internasional sepakat bahwa kampanye kubu 'Iya' dan 'Tidak' tak berada di level yang sama. 

Pemantau dari kantor Organisasi Keamanan dan Kerja Sama Eropa (OSCE) untuk Institusi Demokratik dan HAM (ODIHR) dan Dewan Eropa Majelis Parlementer (PACE) juga mengkritik cara penghitungan suara yang diwarnai perubahan prosedur pada menit-menit akhir. Hal ini merujuk pada keputusan YSK mengizinkan surat suara tanpa cap resmi untuk ikut dihitung. Oposisi mengeluhkan hal ini membuka jalan untuk kecurangan. 

Erdogan menolak kritikan oposisi dan para pemantau internasional itu. "Negara ini menggelar polling paling demokratis yang pernah ada di negara Barat manapun," tegas Erdogan.

Sistem politik Turki yang baru akan mulai diberlakukan setelah pemilu digelar pada November 2019. Dengan diloloskannya referendum konstitusi ini, kantor Perdana Menteri dihapuskan. Seluruh biro eksekutif akan dipusatkan di bawah Presiden Turki, sehingga memberikan wewenang pada Erdogan untuk menunjuk langsung para menterinya.

Kemenangan Erdogan dalam referendum ini jauh lebih tipis dari yang diperkirakan. Meskipun mayoritas warga Turki mendukung konstitusi baru, namun tiga kota terbesar di Turki, yakni Istanbul, Ankara dan Izmir, memilih 'Tidak' dalam referendum ini. Aksi protes pun digelar di distrik Besiktas dan Kadikoy, Istanbul yang diikuti massa anti-Erdogan. Demonstran meniup peluit dan berteriak 'Kita bahu-membahu melawan fasisme'.