Masyarakat Indonesia berduka. Salah satu tokoh Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Muzadi meninggal dunia tadi pagi, Kamis, (16/3/2017), sekitar pukul 06.15 WIB di kediamannya di Malang, Jaw Timur. Kondisi tubuh Hasyim Muzadi diketahui mulai menurun dalam sebulan terakhir. Dokter Rumah Sakit Lavalette Malang yang menanganinya menyebut kemampuan organ-organ tubuh Hasyim menurun.

Sepak terjang Hasyim Muzadi di Tanah Air memang sangat besar. Dia adalah ulama yang berusaha mempersatukan kaum nasionalis dan agama saat mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden mendampingi Megawati Soekarno Putri.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam Depok, Jawa Barat KH Hasyim Muzadi ternyata memiliki hubungan dekat dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pemikiran dan sikap cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) bahkan menjadi teladan bagi Hasyim.

Kisah hubungan Hasyim Muzadi dan Gus Dur diceritakan dalam sebuah acara di Monash University Australia, 11 Desember 2016 lalu.

“ Pertama kali saya ketemu Gus Dur tahun 1979 di Muktamar NU Semarang (Muktamar NU ke-26) dan ketika itu Gus Dur belum masuk di kepengurusan NU sedangkan saya sudah mewakili utusan NU Cabang Malang,” ujar Kiai Hasyim mengawali ceritanya.

Di dalam Muktamar ke-26 NU itu, lanjutnya, Gus Dur diangkat menjadi Wakil Katib PBNU. Setelah pertemuan di Semarang, Gus Dur semakin sering berkunjung ke Jawa Timur yang memang menjadi pusat potensi NU.

Gus Dur juga sering menginap di Malang karena dia mengajar Islamologi di Yayasan Kristen GKJW (Gereja Kristen Jawi Wetan) yang berlokasi di Sukun Kota Malang.

“ Saya mendampingi dan mengikuti Gus Dur selama 20 tahun penuh mulai tahun 1979-1999. Di tahun 1999 itu, Gus Dur menjadi Presiden Republik Indonesia,” jelas Kiai Hasyim.

Setelah menjadi Presiden RI, tambahnya, Gus Dur fokus memimpin PKB dan dirinya menjadi Ketua Umum PBNU di Muktamar Lirboyo (Muktamar ke-30 NU).

“ Dalam waktu 20 tahun, saya mengikuti betul jalan pikiran Gus Dur baik masalah ke-NU-an, keislaman Indonesia, keislaman global, dan situasi politik Internasional,” ungkapnya.

Menurut pandangan Kiai Hasyim, Gus Dur lebih mengetengahkan pendekatan filosofi religius, etika religi, kemanusiaan (humanity), dan budaya di dalam membawakan Islam, baik di Indonesia maupun di dunia.

Hasyim mengungkapkan, Gus Dur tak banyak menggunakan ilmu fiqih sebagai bagian dari syariat. Gus Dur menganggap ilmu yang diketengahkan bukan legal syariatnya tetapi hikmatut tasyri’-nya dan maqoshidut tasyri’-nya.