JAKARTA - Proyek bancakan e-KTP yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun memberikan gambaran bagaimana eksekutif, legislatif dan pengusaha diduga melakukan praktek kotor yang disebut korupsi. Mereka dengan rapih memainkan perannya sampai akhirnya terendus KPK. Presiden Joko Widodo pun sudah angkat bicara terkait perkara yang baru menjerat dua orang dari lingkungan Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto. Jokowi kesal, e-KTP yang biaya pengadaannya menelan anggaran hampir Rp6 triliun itu hanya berubah fisiknya, dari kertas ke plastik.

Menurut Jokowi, proyek tersebut menjadi berantakan sampai saat ini lantaran anggaran yang besar tersebut dikorup. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu pun menyerahkan sepenuhnya proses hukum kasus yang menyeret banyak nama tenar itu kepada KPK. Ia yakin KPK bekerja dengan profesional.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang menyambut baik perkataan Jokowi tersebut. Saut memastikan, lembaganya akan menjerat para pihak yang memang mesti dimintai pertanggungjawabannya dalam proyek yang berlangsung di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Iya kalau kita mau adil, harus melakukan upaya lebih lanjut (menetapkan tersangka baru) dengan hati-hati," kata Saut ketika berbincang dengan Okezone, Minggu (12/3/2017).

“Jadi apa yang disampaikan Jokowi itu instruksi buat kita semua, tidak hanya buat KPK, untuk berhenti korup sekarang juga,” imbuh Saut.

Menurut mantan Staf Ahli Badan Intelijen Negara (BIN) itu, pihaknya tak akan gegabah sebelum benar-benar menemukan dua bukti permulaan untuk menjerat tersangka baru dalam kasus e-KTP ini. Hal itu, kata Saut, dilakukan untuk menghindari adanya serangan balik terhadap KPK.

“Kita harus lebih hati-hati menelitinya agar tidak abuse atau fire back buat KPK. Jadi kita akan dalami lebih lanjut itu pasti. Itulah tugas berat kita ,perlu extra effort dan tidak harus ragu-ragu, namun tidak juga boleh mencari-cari yang memang bakal tidak ketemu, perlu sabar,” tuturnya.

Lebih lanjut, Saut mengatakan, keberhasilan pemberantasan korupsi di suata negara tergantung pada sosok pemimpin nasionalnya, bagaimana strategi dan gaya kepemimpinannya menangani perilaku korup para perjabat. Menurut Saut, tak ada jaminan kasus yang serupa e-KTP tak terulang kembali saat ini.

"Tidak ada jaminan (korupsi hilang), kalau perintah komandan tidak dijalankan di bawah. Itu sebabnya disebut ini soal gunung es. Karena sampai hari ini prilaku dominan kita belum berubah,” tandasnya.

Dari mega proyek e-KTP ini, puluhan anggota DPR periode 2009-2014, pejabat di Kemendagri, dan para perusahaan pemenang lelang menikmati uang hasil korupsi proyek tersebut dengan besaran bervariasi. Rangkaian perbuatan para terdakwa secara bersama-sama tersebut telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp2,3 triliun sesuai perhitungan BPKP.

Sebelumnya, dua mantan anak buah Gamawan Fauzi ketika menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri ‎yakni Irman dan Sugiharto didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama dalam proyek pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk elektronik berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (e-KTP).

Irman merupakan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Sementara Sugiharto adalah mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.

Atas perbuatannya itu, Irman dan Sugiharto disangka melangar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.