TEGAL - Besarnya honor guru wiyata bakti dan guru honorer yang mengajar di sekolah negeri Kabupaten Tegal, Jawa Tengah sungguh memprihatinkan. Para guru tersebut hanya diberi honor Rp250 ribu per bulan. Honor itu dinilai tidak layak karena tugas guru sangat penting untuk mendidik generasi bangsa. "Kondisi ini sangat memprihatinkan. Bagaimana pendidikan mau maju, kalau honornya saja segitu (Rp250 ribu per bulan)," kata Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tegal Agus Salim, seperti mengutip JPNN, Jumat (3/3/2017).

Agus mengungkapkan, guru wiyata bakti dan guru honorer di Tegal selama ini mendapatkan honor dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi provinsi dan pemerintah kabupaten. Namun, bagi guru yang sudah mendapatkan honor dari pemerintah pusat tidak mendapatkan honor dari pemprov dan pemkab.

Begitu pula dengan guru yang sudah mendapatkan honor dari pemprov, maka tidak mendapatkan honor dari pemerintah pusat dan Pemkab Tegal. "Jadi, setiap guru wiyata bakti dan guru honorer hanya mendapatkan satu sumber anggaran, dan tidak bisa dobel-dobel," tuturnya.

Ketua Fraksi PKB DPRD Kabupaten Tegal itu menjelaskan, honor dari pemerintah pusat hanya Rp250 ribu per bulan. Sedangkan, honor dari Pemprov Jateng sekitar Rp200 ribu per bulan. Adapun dan honor dari Pemkab Tegal sebesar Rp250 ribu per bulan. Di samping itu para gura juga mendapatkan honor dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Besarannya 15% dari nilai BOS. "Honor dari BOS sangat kecil, dan tidak semua sekolah memberikan tergantung kemampuan sekolah," ujarnya.

Karenanya Agus berharap agar Pemkab Tegal menambah honor guru wiyata bakti dan honorer pada tahun anggaran 2018 mendatang. Setidaknya, honor guru disesuaikan dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) sebesar Rp1.485.000 perbulan. Sebelum menambah itu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) harus melakukan verifikasi data guru wiyata bakti dan guru honorer agar lebih valid. Termasuk mendata kebutuhan guru setiap sekolah dan berapa jumlah guru PNS serta non-PNS yang dibutuhkan.

"Data guru wiyata bakti dan guru honorer yang sudah masuk Data Pokok Pendidikan pada tahun 2015 baru sekitar tiga ribu orang," ucapnya.