JAKARTA - Saat menjalankan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Dusun Kepuh, Desa Bodag, Kecamatan Ngadiro, Kabupaten Pacitan, mahasiswa Universitas 17 Agustus, Surabaya tak melewatkannya untuk berinovasi. Mereka membuat alat pemanen kabut. Sebab, lokasi mereka saat KKN sering terjadi krisis air saat musim kemarau. Padahal posisi desa yang berada di daratan tinggi memiliki potensi kabut cukup tinggi. Seharusnya hal itu dapat digunakan untuk mengurangi krisis air di wilayah tersebut. Namun sayangnya, potensi di sana belum dimanfaatkan dengan baik karena terkendala teknologi.

Melihat kondisi tersebut, tim Devisi Teknologi Tepat Guna (TTG) memutuskan untuk membuat alat pemanen kabut.
"Devisi TTG memutuskan memasukan pembuatan alat pemanen kabut sebagai salah satu program kami," ujar Ahmad Arvadillah Akmal, Ketua Devisi TTG Pacitan 6 seperti disitat dari laman Untag, Minggu (26/2/2017).

Arva -panggilan akrab Ahmad Arvadillah Akmal- menjelaskan, cara kerja alat pemanen kabut tersebut memanfaatkan tingginya curah kabut yang berada di daerah daratan tinggi. Alat ini sangat sederhana terbentuk dari net atau jaring yang digunakan sebagai penangkat kabut. Di bagian bawah jaring dipasang sebuah pipa untuk mengalirkan titik-titik air yang berasal dari kabut ke dalam sebuah tempat penampungan, sehingga air hasil dari pemanen kabut ini dapat digunakan untuk kehidupan sehari-hari

"Untuk membuat alat ini kami tidak memerlukan waktu yang lama, hanya membutuhkan waktu dua hari dengan rincian pada hari pertama survei lokasi di mana letak titik kabut yang berpotensi dan hari kedua eksekusi pembuatan alat tersebut," tuturnya.

Ia berharap teknologi ini dapat digunakan untuk mengatasi masalah kekeringan di wilayah Desa Bodag terutama di Dusun Kepuh saat musim kemarau. Sebab teknologi ini cukup sederhana dan sangat ekonomis serta ramah lingkungan sehingga memungkinkan diproduksi masyarakat secara masal, dan dapat bermanfaat untuk warga sekitar.