JAKARTA – Hujan yang mengguyur Ibu Kota lagi-lagi menyebabkan banjir. Meski Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI sudah setengah jalan melakukan upaya normalisasi kali, tampaknya banjir masih melanda Ibu Kota. Pengamat Tata Kota Nirwono Yoga mengatakan, kesalahan utama yang dilakukan Pemprov DKI adalah meyakini bahwa hujan adalah bencana, bukan berkah. Jadi, upaya yang dilakukan adalah membuat air secepat-cepatnya mengalir menuju laut.

"Itu sebenarnya yang menyalahi alam. Karena dengan dilakukan seperti itu maka yang dilakukan Pemda adalah normalisasi kali, dalam arti betonisasi kali sehingga sungai itu tidak lebih seperti saluran air raksasa," kata Nirwono kepada Okezone, Jumat (24/2/2017).
Ia pun menganggap air hujan yang kemudian dialirkan begitu saja karena adanya normalisasi sungai dengan cara betonisasi dianggap sebuah musibah sehingga harus segera “dibuang” ke laut.

"Air hujan tadi yang dianggap sebagai bencana, dibuang secepat-cepatnya, jadi seolah-olah kaya buang sial," lanjut dia.

Padahal, ketika masuk musim kemarau, penduduk Jakarta membutuhkan pasokan air. Pasokan air saat hujan justru dibuang dan tak dimanfaatkan sebagai cadangan. Nirwono mengungkapkan, lebih dari setengah penduduk Ibu Kota melakukan penyedotan air tanah secara masif, yang kelak berakibat pada penurunan permukaan tanah.

Hal inilah yang bisa diantisipasi jika Pemprov DKI membangun sistem serapan air mumpuni yang bisa dimaksimalkan saat musim hujan. Namun, hal tersebut dimulai dengan pemahaman bahwa air hujan bukanlah bencana.

"Nah ini yang harusnya disadari Pemprov DKI bahwa harusnya dilakukan adalah bagaimana menampung air sebanyak banyaknya-banyaknya untuk diserapkan sebesar-besarnya ke dalam tanah. Jadi berbalik 180 derajat dari upaya normalisasi," ujar Nirwono.