UNGKAPAN SITI INI - membuat Ibu dan Bapak Rusman terperangah. Bahkan seolah mereka bagaikan terkatup bibirnya untuk menjawab kata-kata Siti sebentar tadi. ''Kenapa begitu...?'' ujar Bapak yang nampaknya selama ini juga tak begitu banyak ingin mencampuri urusan Rusman dan Siti serta Icha.

''Yahhh... gitu lah Pak. Selama ini saya berada di pihak yang terus mengalah, bersabar bahkan bagaikan tak berdaya sama sekali. Tetapi, sepertinya saya saja yang harus mengerti. Tapi Bang Rusman tak pernah mau mengerti..?'' kata Siti sambil berpeluk tangan dan duduk agak di pojok ruang tunggu itu.

''Saya ungkap saja Pak tentang itu semua. Kesepakatan awal Icha seminggu sama saya dan seterusnya sama Rusman. Lalu minta dua minggu... saya juga mengalah. Bahkan sebulan pun saya masih rela. Tetapi saya lihat Icha sepertinya ingin dimiliki selama nya. Lha... saya ini kan Ibu nya... Apa tak faham dan mengerti tentang perasaan saya..?'' suara Siti agak serak. Bahkan bagaikan tertahan dan tersedak.

''Yahhh.. kami faham. Dan jika Siti memang mau mengambil alih masalah Icha. Kami juga iklas..'' kata Bapak yang mungkin sangat mengerti tentang emosi jiwa Siti.

Hanya saja, Ibu dan Rusman sepertinya sikapnya bertentangan dengan sikap Bapak. Keduanya seolah belum sepakat dengan apa yang dikemukakan Bapak tadi.

''Untk sementara... berilah kami kesempatan untuk merawatnya'' kata Ibu.

''Apa saya tak bisa merawat anak saya...?'' sergah Siti tanpa tedeng aling aling lagi. Perasaan hati yang selama ini terpendam seolah ingin dicuatkan keluar tanpa bisa untuk dibendungnya.

''Siti... kalau Siti mau juga menjaganya. Ngak apa-apa. Biar lah dia kita jaga bersama di sini'' kata Rusman yang seperti takut-takut saja untuk bicara dengan Siti.

''Boleh tak masalah...'' Siti menjawab singkat. Sesaat terlihat dokter dan perawat ke luar dari ruang inap Icha. Siti segera menghampiri.

''Bagaimana dok...?'' tanya Siti.

''Ibu siapa nya...?''

''Ibu kandung nya... Dok''

''Kondisinya sudah membaik. Silahkan saja dijenguk. Tapi jangan dulu diganggu. Dia lagi tidur. Nanti kalau dia terbangun sendiri. Silahkan saja. Sudah ngak apa-apa'' kata dokter yang kemudian berlalu dari depan Siti.

Siti dan Bik Ijah Ijah segera saja memburu ke dalam. Icha tampak tidur. Masih ada infus melekat di lengannya. Siti duduk disebelah arah kepala Icha. Kedua kelopak matanya sesaat berlinang. Ada air bening membuncah terperas ke luar dan mengalir melalui lekukan pipinya.

Rasa haru dan sedih di hati, rasa rindu yang tak kepalang tanggung melanda dirinya saat itu. Bayangkan saja, sebulan dia tak bertemu si buah hati. Sekali ketemu sang buah hati terbujur sakit dengan jarum infuse masih terpasang di lengannya. Bagaimana hati tak terasa luluh dan perih. (Bersambung)

Cerita Sebelumnya....

Cerita Selanjutnya...