SIANG itu seusai mengajar, Siti dan Butet berboncengan mengendarai sepeda motor menuju ke kantor Rusman. Sejak tadi Butet melihat Siti seolah sedang dipeluk ketakutan. Ada rasa gentar membias di wajahnya yang lembut itu. Namun Butet yang membonceng Siti seolah tak memperhatikannya dan mencoba tak akan bertanya tentang wajah yang muram itu. Dia takut nanti, bisa memancing keengganan Siti dan masalahnya bisa mentah lagi.

Di lobi pintu masuk, seperti biasa security menghadang langkah keduanya dan meminta mengisi daftar tamu. Hanya, saja kebetulan Satpam yang sedang tugas saat itu, yakni Satpam yang pernah ditemui Siti, persoalannya jadi rumit.

‘’Bu, saya mendapat pemberitauan Bapak Rusman, kalau Ibu tak diperkenankan untuk bertemu di Kantor, kecuali sudah ada janji’’ kata si Satpam dengan postur tubuh agak sedikit kekar itu kearah Siti.

‘’Masa isterinya mau ketemu tak bisa’’ sergah Butet.

‘’Dulu ketika Ibu ini mau ketemu juga mengaku isteri siri. Tetapi, ternyata Pak Rusman membantah tak pernah menikah Siri dengan Ibu ini’’

‘’Memang masih belum menikah, tetapi rencana untuk menikah  itu ada’’ kata Butet lagi. Bibirnya merot-merot menahan sesuatu yang menggelunjak di rongga dadanya.

‘’Tolonglah, Ibu ini memang tidak diizinkan bertemu Pak Rusman’’ kata Satpam itu lagi melihat kearah Siti.

‘’Kalau saya…..?’’ sental Butet.

‘’Ibu siapa…..?’’

‘’Temannya Ibu ini’’

‘’Keperluannya……?’’

‘’Pribadi……’’ Butet menulis di daftar tamu.

‘’Tak bisa juga jika masih ada hubungan dengan Ibu ini’’ kata Satpam lagi.

‘’Bahhh…,fuang. Yang mau aku urus ini persoalan kasus perkosaan. Kalau aku tak bisa masuk, suruh lah Boss kau itu keluar menemui kami’’ Butet jadi naik darah. Keinginan baiknya untuk bertemu Rusman mendapat hadangan dari Satpam.

‘’Ahhhhh, mana saya percaya Bapak bertindak seperti itu’’ Satpam setengah terkejut dengan ungkapan Butet.

‘’Nah, kalau begitu biar percaya suruh Bapak itu turun, kalau tidak biarkan lah kami naik’’ kata Butet dengan nafas sesak. Sementara Siti terduduk lunglai di kursi tamu di lobi itu. Dia seolah, tak kuasa untuk berbuat apa-apa. Pasrah…….!

Satpam jadi kelimpungan menghadapi Butet, dia seolah bingung, apa yang mau dilakukannya. Soalnya, dia berhadapan dengan perempuan. Jika lelaki mungkin dia bisa main keras.

‘’Ayok Siti, buang waktu saja nya Bapak Satpam ini’’ Butet menarikkan tangan Siti dan merangsak masuk ke dalam ruangan kantor. Siti yang bagaikan kerbau dicucuk hidungnya, ngikut saja. Satpam yang tak berdaya dan kelabakan menghadapi Butet hanya mengikuti saja dari belakang. Di depan ruang kerja Rusman, Butet mengetuk pintu beberapakali, dan langsung membukanya lalu merangsak masuk ke dalam ruang kerja Rusman yang terlihat begitu terkejut dengan kehadiran Butet dan Siti secara mendadak itu. Rusman yang semula duduk di belakang meja kerja tegak. Wajahnya, agak bingung dan tegang dengan situasi tiba-tiba itu.

‘’Ada apa ini..’’ tanya Rusman dengan suara agak keras.

‘’Maaf, kalau bapak tak berkenan dengan sikap kami ini. Tapi, mungkin cara inilah yang terbaik untuk menemui Bapak setelah tadi kami minta izin sama Satpam dihalangi’’ kata Butet. Nafasnya sesak turun naik. Sementara Siti hanya tertunduk sambil menggigit-gigit ujung jari kelingkingnya.

‘’Anda siapa…..?’’ anya Rusman sedikit agak marah.

‘’Bapak mengenal dia….?’’ tanya Butet sambil menunjuk kearah Siti dibelakangnya.

‘’Yang saya tanya anda’’ sergah Rusman.

‘’Saya sahabatnya sama mengajar’’

‘’Lalu….?’’

‘’Teman saya ini hamil, bertanggungjawab lah’’ kata Butet langsung saja ke pokok persoalan.

‘’Anda bisa saya laporkan ke polisi karena masuk ke ruang saya tanpa izin, disamping perbuatan anda ini tak menyenangkan’’ suara Rusman lantang.

‘’Silahkan lapor, itu hak Bapak. Kami juga punya hak untuk mengadukan bapak karena telah melakukan tindak kekerasan perkosaan yang membuat orang hamil’’.

Butet tak mau kalah, dia juga bersuara keras. Rusman jadi agak ciut sedikit  takut jika hingar binger itu diketahui para karyawan lainnya.

‘’Jadi tuntutannya apa…..?‘’ Rusman yang semula ampuh mulai meleleh ketegarannya. Sebab dia mulai risau, karena persoalannya dengan Siti kian gencar bergulir. Pertama dia baku hantam dengan Rizal dan kedua dengan Butet. Jika, masalahnya tak segera diselesaikan, bisa saja untuk berikutnya akan muncul lagi tindakan-tindakan lain. Dia juga mulai menyadari kalau terus-terusan dia lari, tetap saja akan terus  di kejar-kejar. Sepertinya, main gertak pun tak mampu membuat nyali orang-orang disekitar Siti menciut. Malah, serangan kian bertubi datangnya. (Bersambung)

Cerita Sebelumnya…

Cerita Selanjutnya...