FARIDAH cepat mendekati Emak dan memeluk tubuh Emak yang tampak lemas lunglai. Bik Ijah yang mendadak ke luar segera duduk disebelah Emak dan membantu Faridah menenangkan Emak.

‘’Bik panggil Ayah si Siti itu’’ ujar Emak dengan suara sayup-sayup, bik Ijah segera beranjak ke dalam, sesaat Ayah keluar dan bingung dengan kondisi saat itu, disusul Bik Ijah dengan membawa segelas air putih dan meregukkan ke bibir Emak. Kepala Emak dipangku Faridah. Ayah yang nampak masih linglung segera saja mempertanyakaN masalah yang muncul. Faridah kemudian menceritakan dari awal petaka yang melabrak Siti hingga kemudian hamil. Bahkan sampai pada tuduhan Rusman Siti tak perawan lagi. Ayah mendadak terkulai lesu. Tak ada reaksi. Dia hanya diam dengan tubuh menggeletar serta bibir dan geraham yang bergerak keras. Sepertinya sedang menanggung beban emosi.

‘’Siti ditempat saya Pak, dia begitu ketakutan sekali,’’ kata Faridah setelah merasa kondisi dan situasi agak tenang.

‘’Sudah berapa bulan……?’’ tanya Emak lemah kearah Faridah.

‘’Jalan dua bulan Bu’’ ujar Faridah, rasa hiba mengguyur tubuhnya melihat kondisi Emak yang terlihat shock itu.

‘’Saya tak menyangka si Rusman itu tega merusak kehidupan anak saya. Padahal, dia dan Siti masih ada hubungan kekerabatan dan kami bekerluarga dengan keluarganya. Rusman itu memang suka pada Siti, tetapi kami mana bisa memaksa Siti untuk menyukainya. Atau, karena itulah dia mengambil jalan pintas dalam upaya memiliki Siti. Tetapi,soal tuduhannya Siti tak suci lagi, itu memang sulit kami terima’’ kata Emak berupaya untuk duduk dan dibantu Faridah, sebab tubuh Emak terasa lemas dan lunglai.

‘’Kami minta pendapat Ida, apa yang harus kami lakukan’’ Emak minta pendapat Faridah.

‘’Kalau menurut saya, Ibu dan Bapak harus menghubungi keluarganya. Ditempuh dulu secara kekeluargaan. Tapi jangan dulu ke Rusman, nanti persoalannya bisa

Dimentahkannya. Perasaan saya Rusman itu memang tak punya niat baik. Sudah begitu lama masalah, kenapa dia tak pernah menghubungi Siti. Seolah dia

menganggap persoalan ini begitu sepele,’’ ’Faridah kasih saran, dan prinsipnya Emak dan Ayah menyetujui usulan Faridah itu.

‘’Siti suruh sajalah pulang, kami tak akan marah. Musibah ini akan kami terima, yang penting bagaimana Siti juga harus siap menerima resiko apapun yang terjadi, hadapi dan jalani lah, kami akan melindunginya. Nanti katakan sama dia, sekali lagi kami tak akan memarahinya’’ kata Emak, yang sesaat nuraninya memunculkan rasa kasihan dan hiba pada Siti anak perempuannya semata wayang itu.

***

Ayah kemudian  memberitaukan masalah Siti pada keluarga Rusman di Batam dan menceritakan semua kejadian dari awal hingga akhir setelah sebelumnya Ayah mendengarkan penuturan Siti tentang prihal yang bagi keluarga Siti sendiri petaka itu sebagai suatu musibah yang sangat menyakitkan dan memilukan.

Namun jawaban keluarga Rusman justru lebih menyayat jiwa. Bagaimana tidak, Mama Rusman justru menyalahkan Siti mengapa begitu mudah diperdaya lelaki. Disamping itu, mereka juga mempertanyakan, kalau tidak suka sama suka mana mungkin musibah itu terjadi. Apalagi, kata keluarga Rusman keduanya kan sudah sama-sama dewasa, sudah mampu mempertimbangkan baik buruknya sesuatu yang dilakukan.

Menanggapi tuduhan Rusman bahwa Siti tak perawan lagi, keluarga Rusman justru membalikkan masalah dengan mengatakan yang tau tentang itu kan Siti sendiri. Jika pun memang Rusman menuding seperti itu, tentu perlu pembuktian. Kesimpulannya, pihak keluarga Rusman tak bertanggungjawab tentang kasus penodaan yang dilakukan Rusman dan menyerahkan kembali masalah itu pada Rusman sendiri.

Dalam pembicaraan Ayah dengan Papa Rusman melalui telepon seluler, juga pihak keluarga Rusman menyebutkan, jika penodaan Siti dianggap sebagai pemerkosaan, silahkan saja mambawanya ke ranah hukum. (Bersambung)

Cerita Sebelumnya…

Cerita Selanjutnya...