BAGAIMANAPUN juga misinya ke situ sudah pasti akan memunculkan kepanikan. Bik Ijah beranjak ke ruang tengah dan sesaat muncul Emak yang juga sudah cukup mengenal Faridah. Hanya saja dengan kemunculan Faridah kali itu, ada perasaan cemas merona di muka Emak.

‘’Tadi katanya Siti ke ruma’’ kata Emak seraya duduk di depan Faridah.

‘’Benar Bu, dan saya ada sedikit perlu dengan Ibu’’ ucap Faridah, kerongkongannya terasa terjepit dan terganjal biji kedondong. Bahkan, lidahnya pun bagaikan kelu.

‘’Apa itu….?’’ Ibu menyandarkan punggungnya dengan bola mata menyelidik ke wajah Faridah.

‘’Saya mohon Ibu tak marah atau pun terkejut jika saya paparkan maksud kedatangan saya ke mari.’’ kata Faridah lagi. Dia sesaat bungkam, sepertinya bibirnya terkatup untuk meneruskan maksud kedatangannya ke situ. Kepalanya pun mendadak berdenyut.

‘’Bagaimana saya bisa marah, saya kan belum tau apa yang membuat saya marah’’ Emak tersenyum kecut. Dia coba bercanda sekedar untuk tak merasa terkepung dalam suasana yang dia sendiri mulai faham dengan apa yang bakal disampaikan Faridah, apalagi Siti sendiri saat itu tak bersama Faridah, kian muncullah rasa sesuatu yang mencurigakan atau kemungkinan jawaban apa yang selama ini menjadi tanya akan menjadi suatu kenyataan.

‘’Begini Bu’’ Faridah diam lagi, bibirnya terasa terkunci. Padahal sebelumnya dia begitu menggebu-gebu ingin bertemu dengan Emak dan Ayah Siti. Lalu, kenapa sekarang dia jadi seperti gentar dan kecut. Sebenarnya dia tak begitu ciut untuk menyampaikan masalah Siti, hanya saja yang  ditakutkannya adalah akibat dari penyampaian itu.

‘’Faridah kenapa gugup, sampaikan lah. Emak akan menerima apa pun yang akan Faridah utarakan. Emak sudah siap untuk itu’’  kata Emak memberikan peluang pada Faridah agar tak sungkan untuk menyampaikan maksud kedatangannya.

Faridah masih bungkam, masih sangsi untuk berterusterang. Entahkan kenapa dia jadi menciut nyalinya. Atau dia merasa tak tega dan sampai hati untuk mengatakan yang sebenarnya tentang kondisi Siti. Tak begitu jelas, hanya yang terlihat dia masih berdiam diri. Bahkan, kali ini kondisinya seakan melemah, tak terlihat lagi sikap tegarnya tadi sebelum muncul di depan Emak.

‘’Ada apa ini sebenarnya Ida’’ tanya Emak yang semakin tidak habis mengerti dengan sikap Faridah yang mendadak lunglai itu.

‘’Ibu tak marah kan….?’’ ucap Faridah lagi, masih ada rasa takut merasuki perasaannya.

‘’Tak lah, utarakan saja. Ibu siap menerima apa pun yang Ida sampaikan.’’

‘’Siti hamil Bu’’ nyaris tak kedengaran suara Faridah, seolah tertelan lagi ke dalam. Emak memang mendadak terkulai, dia memang sudah siap menerima kenyataan itu namun masih belum percaya. Sebab, awalnya emak pun sudah bertanya pada Bik Ijah tentang perubahan diri Siti, hanya saja praduga itu diharapkannya tak menjadi kenyataan. Namun akhirnya, realita lah yang membuktikannya. Lama Emak terhenyak. Tubuhnya serasa kaku. Benaknya nyaris ingin pecah. Bahkan tubuh emak seolah limbung terdoyong ingin jatuh. (Bersambung)

Cerita Sebelumnya…

Cerita Selanjutnya...