DARI keterangan dokter, Siti positif hamil dan sudah jalan dua bulan. Faridah tak begitu terkejut dengan hasil itu, sebab sejak Siti menyebutkan dia ternoda ditangan Rusman, paling tidak efek dari itu tentu kehamilan. Hanya saja Siti lah yang tampak terpukul, walaupun masalah kehamilan itu sudah tercium sebelumnya, hanya saja waktu itu dia belum begitu yakin dan setelah test kandungan ternyata positif hamil, dia jadi shock berat.

Namun, lagi-lagi Faridah mencoba menenangkan dengan mengatakan kehamilan itu adalah hak perempuan, hanya saja proses kehamilan itu saja yang berbeda. Terlepas dari itu semua, terpulang juga bagaimana perempuan harus bersikap dalam menjalani dan menghadapi jika harus berhadapan dengan kasus terburuk dari sebuah kehamilan.

Hanya saja Siti yang merasa terpukul hebat, berpikiran lain pula. Dia ingin agar janin di rahimnya digugurkan. Hal ini membuat Faridah marah besar.

‘’Jangan berpikiran seperti itu Siti. Artinya, kau kalah dua kali. Setelah kau terpuruk karena penodaan itu, kau juga harus menanggung dosa. Tak ada yang salah terhadap janin itu. Dia titipan Tuhan, walaupun sebenarnya kehadirannya terkadang tak kita harapkan’’ kata Faridah ketika keduanya bertemu untuk kebeberapa kali dalam upaya mencari jalan tengah yang terbaik.

‘’Siti, kau sedang labil sekarang ini. Tenangkan lah diri, sebab kelabilan akan membuat kita selalu berpikiran macam-macam dan terkadang tanpa sengaja bertindak buruk’’ Faridah terus mencoba menenangkan kondisi Siti yang semakin terpuruk dan shock. Siti, akhirnya bungkam, dia sepertinya sudah pasrah .Terserah Faridah lah apa yang ingin dilakukannya. Dia sudah mati langkah….!

Sesuai rencana yang sudah diatur Faridah, sejak sore Siti telah berada di rumahnya. Tetapi sebelum Faridah beranjak ke rumah Siti, dia konsultasi dulu dengan suaminya Ruslan yang juga telah diberitaukan Faridah tentang kasus yang menimpa Siti. Pada prinsipnya Ruslan mendukung upaya isterinya untuk menolong Siti, karena dia juga tau kalau Siti itu sudah banyak membantu keluarganya disamping antara Siti dan Faridah sama-sama rekan sekerja.

Usai magrib Faridah beranjak ke kediaman Siti dibilangan jalan Diponegoro. Setelah memasuki sebuah gang dia meluncurkan sepeda motornya menuju ke samping rumah dan memarkirkannya di situ.

Perasaannya terguncang juga, detak jantungnya pun memukul-mukul tanpa henti seolah sulit untuk meredamnya. Dia menaiki teras lalu mengetuk pintu. Yang membukanya Bik Ijah.

‘’Ohhhh, Ibu masuklah’’ Bik Ijah memang kenal dengan Faridah karena sering berkunjung ke situ.

‘’Ada Bapak….?’’ Tanya Faridah. Bik Ijah mengangguk.

‘’Ibu…?’’

‘’Dua-duanya ada. Ohhh, iya. Katanya Siti tadi ke rumah Ibu’’ kata Bik Ijah.

‘’Iya, saya mau ketemu sama Bapak dan Ibu’’ ucap Faridah dengan kedua lutut  terasa lemas. (Bersambung)

Cerita Sebelumnya...

Cerita Selanjutnya...