PENGAKUAN Siti yang terus terang itu membuat Bik Ijah nyaris hoyong. Benaknya mendadak pusing. Nafasnya pun jadi sesak. Dia seolah bermimpi mendengar ungkapan Siti itu.

‘’Mengapa tak diberitau sama keluarga’’ ujar Bik Ijah sembari mendekat kearah Siti dan mengelus-elus rambut Siti yang kusut masai.

‘’Siti, tak mau jika marwah keluarga Siti dan dia hancur. Mengapa Siti pendam saja’’ kata Siti lirih seraya berbalik menelentang. Air mata bersimbah menggenangi kelopak. Bibirnya tergiti-gitit. Lidahnya pun terasa kelu seperti mau patah.

‘’Siti tak boleh begitu, ini menyangkut kehormatan dan harga diri Siti. Paling tidak keluarga diajak bermusyawarah. Masalah ini tak bisa dibuat main-main. Siapapun orangnya, keluarga sekalipun jika sudah melakukan cara-cara yang tak terpuji, harus siap menerima resiko.’’ Bik Ijah terus berusaha agar Siti segera memberitaukan tragedi itu pada keluarga. Karena hanya keluarga lah yang setidak-tidaknya mampu menyelesaikannya. Apalagi, akibat tindakan Rusman itu Siti hamil.

‘’Tetapi Bik, masalahnya bukan selesai sampai di situ saja. Setelah Rusman menodai Siti, dia malah menuduh Siti tak perawan lagi’’ tangis Siti mulai tersengguk.

Didekapnya muka dengan kedua telapak tangan. Dia merintih sendu di situ. Kata-kata Siti ini membuat Bik Ijah nyaris terjerembab. Apakah semudah itu lelaki menuduh perempuan yang sudah dinodainya dengan tudingan tidak perawan. Ataukah, hanya sekedar mencari alasan untuk mengelak dari tanggungjawab.

‘’Wadduhhhh, ini sudah keterlaluan banget. Siti tak bisa lagi harus berdiam diri,bertindaklah lah cepat. Untuk mengetahui apakah Siti memang benar-benar hamil, segeralah pergi ke dokter kandungan untuk memeriksakan diri’’ ucap Bik Ijah dengan tubuh agak menggeletar. Emosinya jadi memuncak dengan sikap Rusman itu. Bagaimana pun juga, bagi Bik Ijah Siti itu sudah dianggapnya anak sendiri dan telah bertahun lamanya berada dalam asuhannya. Dia seolah tak rela kalau Siti disakiti seperti itu.

‘’Tetapi Bik, sebelum ada kepaastian dari dokter, jangan dulu Bibik beberkan masalah ini pada Emak maupun Ayah. Tolong ya Bik’’ Siti memeluk tubuh Bibik yang selama ini dijadikan sebagai teman untuk curhat. Dia menangis sendu di bahu Bik Ijah. Dan air mata satu-satu jatuh berderai meresap ke baju Bibik. (Bersambung)

Cerita Sebelumnya...

Cerita Selanjutnya...