‘’Rusman menodai aku’’

‘’Walahhhhhhh, serius nih Siti’’. Farida tersentak, bagaikan tak percaya dia mendengar cetusan Siti itu. Bahkan, ungkapan Siti bagaikan petir yang meledak tiba-tiba saja dan memekakkan nalurinya. Siti hanya mengangguk. Dia memijit hidungnya yang terus berair. Mungkin dia sedang menahan isak.

‘’Tidak mungkin, bisa terjadi begitu saja. Ketika kau ke sana, kondisi mu kan sehat’’, kata Farida, Siti mengangguk lagi.

‘’Ada yang membuat kecurigaan kau saat itu.’’

‘’Ada setelah aku meminum juss, saat itu sebelum juss diantar ke kamar Rusman ke luar,aku takut dia ada menaruhkan sesuatu di minuman itu.’’

‘’Maksud mu obat perangsang…..?’’ nyaris tersedak suara Farida. Siti mengangguk lagi. Farida terdiam, membisu sejuta aksara.

‘’Kau yakin…..?’’ sesaat Farida bertanya.

‘’Yah , aku yakin, sebab aku merasa diri ku tak terkendali lagi ketika itu.’

‘’Duhhhhhh, kacau nih.’’

‘’Yang lebih menyakitkan lagi, Rusman menuduh aku tak perawan’’

‘’Hahhhhh, lebih kacau lagi Siti kalau begitu.’’ Farida menggaruk garuk rambutnya hingga kusut.

‘’Saat ini, kita tak mungkin menuduh tentang praduga itu. Namun, aku akan mempersoalkan masalah ini’’ suara Siti nyaris tak terdengar. Sayup sayup membisik ke pendengaran Farida.

Keinginan Siti untuk menemui Rusman, ternyata bertentangan dengan sikap Farida., dia merasa itu akan sia-sia saja. Menurutnya lebih baik masalahnya dimusyawarahkan dengan keluarga kedua belah pihak dulu, untuk diambil jalan tengah. Sebab, bagaimanapun juga kasus ini tak akan menemui titik temu, karena jika menurut Siti keperawanannya direnggut Rusman di kamar hotel apakah kemungkinannya nanti hal ini justru akan memojokkan Siti. Bagaimana mungkin orang akan percaya kalau Rusman bertindak sendirian. Kalau tidak berujung suka sama suka. Orang biasanya, lebih awal melihat kasusnya dipermukaan, dan jarang meneliti jauh ke dasarnya.

Masalahnya, mengapa Siti mau diajak ke hotel, ini saja nanti semakin membuat posisi naya tak menguntungkan. Sebagai pihak wanita  dia justru kelak akan mendapat lecehan dan cibiran sebagai perempuan tak baik, padahal dia seorang tenaga pengajar, yang memiliki prilaku sopan santun dan dari orang baik-baik.

‘’Jika untuk menemui si Rusman itu, sepertinya aku kurang setuju Siti, percayalah tidak akan menyelesaikan masalah. Dia, bisa saja mengelak. Kalaulah menurutnya kau masih perawan, mungkin masih ada jalan terbaik. Tetapi, dia sendiri sudah menuduh kau tak suci lagi, mana mungkin dia mau bertanggung jawab, dia pasti akan mencari celah untuk bisa menghindar’’ Farida mencoba memberikan berbagai masukan sebelum Siti bertindak.

‘’Jadi, apakah  aku harus rela, iklas dengan perlakuannya. Dan menerima apa adanya…?’’ Siti terisak.

‘’Bukan seperti itu maksud ku. Tenang dulu, karena apapun masalahnya, kau tetap saja dipihak yang kalah. Walaupun sebenarnya kau benar. Tetapi yang tau kebenaran itu kan hanya kau, orang lain tetap saja menuding mu tak benar’’. Farida berusaha terus menenangkan Siti yang tampak mulai panik.

‘’Jadi aku harus bagaimana’’ ujar Siti yang mulai tampak kalang kabut karena menurut kata hatinya apa yang diutarakan Farida tadi banyak benarnya.

‘’Rundingkan dengan keluarga. Itu satu-satunya jalan terbaik’’

‘’Bagaimana mungkin, aku tetap saja akan disalahkan, karena masalah ini kan terjadi di hotel, begitu miring dan buruknya nanti tanggapan keluarga ku’’ Siti mulai terisak tersedu.

‘’Nah, mencobalah untuk tak menyalahkan diri. Tetapi berupayalah meminta saran pada keluarga. Kau bisa libatkan keluarga Rusman, dan merekalah nanti yang

akan mengambil jalan tengah. Sebab, mereka juga kan tau kalau kau wanita baik-baik, tidak akan mungkin sebegitu mudahnya bertindak bodoh’’ kata Farida sembari menatap ubun-ubun Siti yang tepekur di depannya. (Bersambung)

Cerita Sebelumnya…

Cerita Selanjutnya...