KITA tahu bahwa kita sedang berada pada abad komunikasi, dimana komunikasi itu intinya informasi dan informasi intinya adalah peluang-peluang. Begitu cepat berlangsungnya proses komunikasi tersebut, tidak mengenal batas wilayah maupun negara. Bila terjadi peristiwa di suatu tempat didunia, beberapa saat saja langsung diketahui di seluruh dunia. Salah satu alat komunikasi modern saat ini yaitu handphone (HP).

Alhamdulillah, negeri kita sudah dibanjiri HP. Tua muda, anak sekolah, pegawai, laki-laki maupun perempuan sudah punya HP dan sepertinya HP tersebut sudah lengket dengannya.

Sayang penggunaannya, belum secara maksimal untuk keperluan positif. Belum berfungsi sebagai penambah ilmu dan wawasan, begitu pula belum sebagai sumber informasi dan peluang-peluang. Hanya sekedar mainan mahal yang canggih.

Ada pula HP nya banyak mati dari hidup, yang hidup pun terjadi hal-hal sebagai berikut: Jika ada nada masuk, tidak diangkat, baru diangkat setelah dihubungi 2 atau 3 kali. Ada lagi penerima telepon yang mengabaikan etika berkomunikasi seperti tidak menyebut identitas atau nama, langsung halo! Halo!

Pengalaman saya yang cukup aktif berkomunikasi lewat HP dan saya yakin sebagian besar masyarakat mengalaminya. Sipenerima pesan atau komunikan, gayanya menerima pesan seolah-olah dipengaruhi oleh status sosialnya, seperti tingkat pendidikan, status kepegawaian, pejabat maupun kekayaan. Orang VIP tersebut sulit untuk dihubungi.

Kalaupun panggilan komunikator itu nyambung, nada suara komunikan tersebut berbeda sesuai tingkat status sosial tadi. Ada suara jawabannya ''halo'' dengan suara hampir tak terdengar.

Ada pula dengan nada suara ''ini siapa'', ''ada apa'' dan agak kencang, beda dengan yang tadi. Intinya, proses komunikasi antara komunikator dan komunikan belum setara atau belum sederajat, sangat terkesan dipengaruhi status sosialnya. Akibatnya tujuan dan manfaat berkomunikasi sulit tercapai atau informasi-informasi serta peluang-peluang sulit didapat, kalaupun ada hampir selalu terlambat.

Praktik komunikasi seperti di atas menurut pengamat ''kedai kopi'' biasanya pelakunya adalah; koruptor (hp sengaja dimatikan), orang banyak utang (takut dikejar-kejar), berikut orang sombong dan sok orang penting (gengsi dan tak level).

Sangat disayangkan, abad komunikasi tapi bekomunikasi khususnya lewat HP di negeri kita belum mencapai sasaran, sehingga peluang-peluang sulit mendekat.

Jangan marah jika kita digolongkan orang-orang yang tidak mensyukuri nikmat Allah, karena HP juga termasuk salah satu nikmat Allah kepada kita.

Mari kita kembalikan fungsi HP tersebut kepada yang sebenarnya; menambah ilmu dan wawasan, sumber informasi dan peluang, setidak-tidaknya menjadi renungan kita. Wallahu a’lam.***

Drs H Iqbal Ali, MM adalah Ketua STISIP Persada Bunda 2008-2016 dan Ketua Pembina IKMR Provinsi Riau