Seorang nasabah Bank Syariah non muslim dari etnis Tionghoa bernama Velicia mengaku merasa nyaman menjadi nasabah Bank Syariah.

Dengan polos Velicia yang owner Yuki Plaza Kota Medan Sumatera Utara itu mengaku tersanjung dengan keterbukaan manajemen Bank Syariah. Suatu ketika katanya, seorang petugas bank memberitahu kalau dirinya mendapat keuntungan bagi hasil dari transaksi perbankan syariah.

“Wah ini luar biasa, terimakasih,” tuturnya dalam acara Talkshow Sistem Ekonomi Syariah Berdimensi Universal pada Pekan Ekonomi Syariah di Lapangan Merdeka Medan, Jumat 6 Oktober 2017.

Velicia mengaku tertarik dengan Bank Syariah saat krisis ekonomi 1997/1998 melanda dunia. Kegiatan ekonomi konvensional (baca: kapitalis) ketika itu termasuk perbankan rontok. Yang bertahan dan tidak terpukul jatuh adalah kegiatan ekonomi berbasis syariah (Islam). “Sejak itulah, saya mengenal kehebatan ekonomi syariah lalu menyatakan diri masuk menjadi nasabah Bank Syariah hingga saat ini. “Saya nyaman dan tidak takut rugi dengan perbankan syariah karena adanya pola kemitraan dan sistem bagi hasil,” tutur Velicia.

Halalkan Jual Beli Haramkan Riba

Allah Subhanahu wa ta'ala (Swt) Sang Pencipta kehidupan dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 275 berfirman, “Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat) bahwa sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata ketika menjelaskan ayat di atas, ”Maksudnya, tidaklah mereka berdiri (dibangkitkan) dari kubur mereka pada hari kiamat kecuali seperti berdirinya orang yang kerasukan dan dikuasai setan.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/708)

Dalam Surat Al-Baqarah 276 Allah Swt lebih keras lagi berfirman: "Allah akan menghancurkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kemungkaran dan bergelimang dosa".

Allah menghancurkan riba dalam Tafsir Ibnu Katsir maksudnya adalah harta yang diperoleh secara riba akan dimusnahkan dengan cara Allah seperti terkena musibah. Dengan kata lain, harta yang diperoleh dari cara riba menjadi tidak berkah, ada saja masalah yang terjadi dengan diri dan keluarga para pemakan riba.

Sementara "menyuburkan sedekah" maksudnya Allah akan memperkembangkan harta yang dikeluarkan sedekahnya atau melipatgandakan berkahnya. "Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui,". Qur'an Surat Al-Baqarah: 261.

Apa itu riba? Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 1 Tahun 2004 tentang Bunga (Interesting/Fa'idah) menyebutkan, riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya.

Ulama ahli fikih Imam Nawawi dalam Kitab Al-Majmu' menyebutkan, riba adalah permintaan tambahan atas harta (piutang) disebabkan penambahan masa pelunasan. Sedangkan ulama Yusuf Al-Qardhawy dalam Kitab Fawa'id Al-Bunuk menegaskan, bunga bank adalah riba yang diharamkan.

Begitu kerasnya peringatan Allah dan para ulama tentang riba, sudah semestinyalah umat Islam Indonesia introspeksi diri sekaligus segera bertaubat, lalu beraktivitas ekonomi secara syariah. Salah satunya melalui BNI Syariah.

Prinsip dasar perbankan syariah jauh lebih bermanfaat dan diridhoi Allah Swt. Dengan kata lain, bank syariah merupakan jalan lurus menuju kehalalan berekonomi dengan ganjaran pahala (Surga).

Prinsip Bagi Hasil

Perbankan syariah adalah sistem perbankan yang menerapkan prinsip bagi hasil yang saling menguntungkan bagi bank dan nasabah. Sistem perbankan syariah yang dalam pelaksanaannya berlandaskan pada syariah (hukum) Islam, menonjolkan aspek keadilan dan kejujuran dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi dan menghindari kegiatan spekulatif dari berbagai transaksi keuangan. 

Lebih jauh lagi, kemanfaatannya akan dinikmati tidak hanya oleh umat Islam saja, tetapi dapat membawa kesejahteraan bagi semua kalangan masyarakat atau rahmatan lil alamin (menjadi rahmat bagi segenap alam).

Perbankan Syariah

Sistem ekonomi Islam menjadi dasar beroperasinya Bank Syariah. Yang paling menonjol adalah tidak mengenal konsep bunga uang dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk tujuan komersial Islam tidak mengenal peminjaman uang tetapi adalah kemitraan/kerjasama (mudharabah dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil, sedang peminjaman uang hanya dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan apapun.

Dalam menjalankan operasinya, Bank Syariah memiliki tiga fungsi  :

Pertama, sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi atas dana-dana yang dipercayakan oleh pemegang rekening investasi / deposan atas dasar prinsip bagi hasil sesuai ketentuan syariah dan kebijakan investasi bank.

Kedua, sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki oleh pemilik dana (sahibul maal) sesuai arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana (dalam hal ini bank bertindak sebagai manajer investasi)

Ketiga, sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sesuai dengan prinsip syariah.

Dari ketiga fungsi tersebut maka produk Bank Syariah termasuk BNI Syariah akan terdiri dari :

Mudharabah

Perjanjian antara dua pihak dimana pihak pertama sebagai pemilik dana (sahibul maal) dan pihak kedua sebagai pengelola dana (mudharib) untuk mengelola suatu kegiatan ekonomi dengan menyepakati nisbah bagi hasil atas keuntungan yang akan diperoleh, sedangkan kerugian yang timbul adalah risiko pemilik dana kecuali mudharib melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian. Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada mudharib maka mudharabah dibedakan menjadi : 

Mudharabah mutlaqah, dimana mudharib diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menentukan pilihan investasi yang dikehendaki.

Mudharabah muqayyaddah, dimana arahan investasi ditentukan oleh pemilik dana sedangkan mudharib bertindak sebagai pelaksana/pengelola.

Musyarakah

Perjanjian antara pihak-pihak untuk menyertakan modal dalam suatu kegiatan ekonomi dengan pembagian keuntungan atau kerugian sesuai nisbah yang disepakati. Musyarakah dapat bersifat tetap atau bersifat temporer dengan penurunan secara periodik atau sekaligus diakhir masa kegiatan.

Wadi’ah

Adalah titipan dimana pihak pertama menitipkan dana atau benda kepada pihak kedua selaku penerima titipan dengan konsekuensi titipan tersebut sewaktu-waktu dapat diambil kembali, dimana penitip dapat dikenakan biaya penitipan. Berdasarkan kewenangan yang diberikan maka wadi'ah dibedakan menjadi : 

Wadi’ah yad dhamanah, yang berarti penerima titipan berhak mempergunakan dana/barang titipan untuk didayagunakan tanpa ada kewajiban penerima titipan untuk memberikan imbalan kepada penitip dengan tetap pada kesepakatan dapat diambil setiap saat ketika diperlukan seperti Giro, Tabungan dan Deposito.

Wadi’ah Amanah tidak memberikan kewenangan kepada penerima titipan untuk mendayagunakan barang/dana yang dititipkan, contoh Safe Deposite Box (SDB).

Prinsip Jual Beli terdiri dari Murabahah, Salam dan Ishtisna.

Murabahah yakni akad jual beli antara dua belah pihak dimana pembeli dan penjual menyepakati harga jual yang terdiri dari harga beli ditambah ongkos pembelian dan keuntungan bagi penjual. Nasabah membayar harga barang pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

Salam, yakni pembelian barang dengan pembayaran dimuka dan barang diserahkan kemudian

Ishtisna, yaitu pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk pembuatannya sesuai pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan sesuai kesepakatan.

Adapun di bidang jasa dalam perbankan syariah terdiri dari Ijarah, Wakalah, Kafalah, Sharf dan Prinsip Kebaikan.

Ijarah, yakni akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, bila terdapat kesepakatan pengalihan pemilikan pada akhir masa sewa disebut Ijarah mumtahiyah bit tamlik (IMBT).

Wakalah, yakni pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.

Kafalah, yakni, jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu, ashil), dan penanggung dapat menerima imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan.

Sedangkan Sharf, yaitu transaksi jual beli mata uang, baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis dengan penyerahan segera/spot berdasarkan kesepakatan harga sesuai harga pasar pada saat pertukaran

Prinsip Kebaikan, yaitu penerimaan dan penyaluran dana kebaikan dalam bentuk zakat infaq shodaqah (ZIS) dan lainnya, serta penyaluran qardul hasan yaitu penyaluran dalam bentuk pinjaman untuk tujuan menolong golongan miskin dengan penggunaan produktif tanpa diminta imbalan kecuali pengembalian pokok hutang.

Melihat hikmah luar biasa yang terkandung dalam sistem perbankan syariah, masyarakat non muslim sudah banyak yang tertarik ikut menjadi nasabah Bank Syariah. Bahkan di benua Eropa perkembangan jumlah nasabahnya sangat signifikan.

Hal ini menjadi cemeti bagi umat Islam Indonesia untuk berkeislaman secara total (kaffah), tidak setengah-setengah. Mari kita hidupkan ekonomi Islam dengan menjadi nasabah bank syariah. Salah satunya tentu Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah.

Menjadi nasabah Bank Syariah merupakan jalan lurus menuju Surga. Dengan kata lain, berkah dunia didapat, akhirat juga didapat (fiddun ya hasanah wa fil akhirati hasanah). Karena itu bersegeralah bertaubat dengan menjadi nasabah Bank Syariah, salah satunya BNI Syariah. Karena amalan yang dibenci syetan tapi disenangi Allah adalah bertaubat atau kembali ke jalan yang lurus, jalan yang benar. Allahu akbar.

BNI Hasanah Card (iB Hasanah Card)

Dalam kiprahnya BNI Syariah memiliki iB Hasanah Card yakni program kartu pembiayaan yang berfungsi sebagai kartu kredit berdasarkan prinsip syariah, yaitu dengan sistem perhitungan biaya bersifat tetap, adil, transparan, dan kompetitif tanpa perhitungan bunga yang diterima di seluruh tempat bertanda MasterCard dan semua ATM yang bertanda CIRRUS di seluruh dunia yang diterbitkan oleh BNI Syariah dengan akad sebagai berikut :

Akad Kafalah

BNI Syariah adalah penjamin bagi pemegang iB Hasanah Card timbul dari transaksi antara pemegang iB Hasanah Card dengan Merchant, dan atau penarikan tunai.

Akad Qardh

BNI Syariah adalah pemberi pinjaman kepada pemegang iB Hasanah Card atas seluruh transaksi penarikan tunai dengan menggunakan kartu dan transaksi pinjaman dana.

Akad Ijarah

BNI Syariah adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang iB Hasanah Card. atas Ijarah ini, pemegang iB Hasanah Card dikenakan annual membership fee.

Batasan Penggunaan iB Hasanah Card

iB Hasanah Card tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengan Syariah dan juga tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (israf) Pemegang iB Hasanah Card harus memiliki kemampuan financial untuk melunasi pada waktunya.

Jenis iB Hasanah Card

iB Hasanah Card terdiri dari 3 jenis kartu yakni Classic, Gold dan Platinum. Anda tinggal pilih yang mana? Tentunya yang dipilih adalah yang sesuai dengan kemampuan untuk mencicilnya. Jangan besar pasak daripada tiang atau lebih besar pengeluaran dari pemasukan. Harus lebih besar pemasukan dari pengeluaran, paling tidak berimbang (balance), supaya tak galau.

Semoga pemegang BNI Hasanah Card (iB Hasanah Card) memperoleh berkah dari setiap transaksi yang dilakukan. Bertransaksi dengan iB Hasanah Card, lebih nyaman dan berkah serta terhindar dari riba. Alhamdulillah.***