WALAUPUN pada tahun 2018 sektor pertanian memberikan sumbangan sebesar 22,44 persen atau sebesar Rp169,49 triliun dalam perekonomian Riau yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku, ternyata sebagian besar dihasilkan dari sub sektor perkebunan. Dominasi sub sektor perkebunan terutama perkebunan kelapa sawit dalam perekonomian Riau di satu sisi merupakan berkah yang luar biasa, akan tetapi juga menjadi permasalahan serius bagi Pemerintah Provinsi Riau serta masyarakat di saat harga tandan buah segar kelapa sawit mengalami penurunan.

Penurunan harga tandan buah segar kelapa sawit sangat berpengaruh pada para petani kelapa sawit karena semakin menurunnya pendapatan yang diperoleh sedangkan biaya produksi yang dikeluarkan petani kelapa sawit tetap tinggi. Melihat fenomena di atas, lantas langkah bijak seperti apa yang harus segera kita lakukan?

Luas perkebunan kelapa sawit di Riau mencatat pertumbuhan yang spektakuler. Berdasarkan data Direktoral Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, luas kelapa sawit Riau pada tahun 2010 hanya berkisar 1,6 juta hektare, akan tetapi pada tahun 2018 jumlah tersebut mengalami peningkatan yang signifikan mencapai kisaran 2,74 juta hektare atau lebih dari 30 persen dari luas Riau.

Selain itu, seiring dengan peningkatan luas kelapa sawit, nilai ekspor minyak kelapa sawit yang tercermin pada ekspor hasil industri lemak dan minyak hewan/nabati di Riau juga mengalami peningkatan. Hasil potret BPS, nilai ekspor hasil industri lemak dan minyak hewan/nabati riau pada tahun 2018 mencapai 8 milyar US $ atau mencapai 50 persen dari total nilai ekspor Riau.

Namun, kenaikan luas perkebunan kelapa sawit dan tingginya ekspor minyak kelapa sawit di Riau serta besarnya konstribusi tanaman perkebunan sebesar 12,88 persen pada tahun 2018 ternyata belum sepenuhnya membawa dampak signifikan bagi kesejahteraan masyarakat Riau.

Hal ini disebabkan karena masyarakat Riau sebagian besar hanya mengandalkan pada satu produk unggulan yaitu kelapa sawit. Rendahnya harga tandan buah segar kelapa sawit harus menjadi momen bagi Pemerintah Provinsi Riau untuk melakukan kebijakan arah kemandirian kita agar tidak bergantung pada kelapa sawit.

Tingginya peran atau dominasi kelapa sawit dalam perekonomian Riau disatu sisi menguntungkan, akan tetapi sangat tidak sehat dan membayakan perekonomian riau. Efek dominasi kelapa sawit akan sangat terasa dampaknya ketika harga tandan buah segar kelapa sawit (TBS) turun dengan berbagai alasan sehingga para petani menurun kesejahteraanya sebagai akibat berkurangnya pendapatan mereka.

Langkah Bijak ke Depan

Fenomena turunnya harga tandan buah segar kelapa sawit (TBS) harus menjadi catatan serius pemerintah bahwa kita tidak boleh hanya memiliki satu produk unggulan. Upaya mengarahkan petani agar berinovasi dengan memiliki tanaman lain yang menjadi produk unggulan serta mampu berdaya saing harus segera digesa pemerintah.

Semakin banyak produk unggulan yang kita miliki, maka semakin besar pula sumber-sumber pendapatan petani yang pada akhirnya akan memperkokoh struktur perekonomian kita.

Akan tetapi, upaya tersebut harus dibarengi dengan upaya peningkatan kualitas mutu/produk yang kita hasilkan, terutama hilirisasi produk-produk pertanian. Peningkatan kualitas hasil produk ini akan mampu memberi nilai tambah yang lebih besar bagi petani.

Dengan nilai tambah yang lebih tinggi, produk-produk pertanian yang kita hasilkan akan mampu berdaya saing baik dikancah lokal maupun internasional.

Upaya lain yang harus menjadi perhatian serius pemerintah adalah mensejahterakan petani. Kenapa hal ini begitu penting?. Kita tidak akan mungkin mampu mengarahkan para petani untuk berinovasi dan menghasilkan produk-produk unggulan sektor pertanian jika para petani kita tidak sejahtera.

Hal yang sering terjadi adalah adanya kesenjangan dalam pembagian keuntungan antara tengkulak dengan petani. Upaya mengikis kesenjangan tersebut dapat dilakukan dengan menghidupkan kembali koperasi-koperasi pertanian sehingga mampu membeli produk yang dihasilkan petani.

Dengan tertampungnya hasil para petani melalui koperasi, para petani kita tidak menjadi pihak yang lemah atau yang paling sedikit mendapat keuntungan dibanding distributor/tengkulak.

Selain sektor pertanian, sektor perdagangan juga patut menjadi prioritas pembangunan sebagai langkah agar kita tidak bergantung pada kelapa sawit. Sektor perdagangan ini menyumbang sebesar 9,78 persen terhadap perekonomian riau tahun 2018. Bahkan hasil sensus ekonomi BPS, jumlah usaha/perusahaan di Riau sebanyak 52,07 persen usaha/perusahaan di Riau bergerak pada sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor (kategori G).

Mengingat begitu besarnya peran sektor perdagangan dalam menggerakkan perekonomian Riau, sudah selayaknya pemerintah berperan maksimal agar sektor perdagangan mampu berkembang. Upaya pembinaan memang penting, tapi yang lebih penting adalah pemerintah harus membuat regulasi atau peraturan yang mampu meningkatkan kinerja sektor perdagangan.

Akhirnya, adanya fenomena penurunan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang diperparah dengan semakin menurunnya produksi yang dihasilkan para petani kelapa sawit sebagai dampak semakin menuanya usia tanaman mereka harus menjadi perhatian serius pemerintah provinsi riau. Permasalahan ini akan terus menerus dihadapi masyarakat selagi para petani kita hanya mengandalkan sumber pendapatan dari kelapa sawit tanpa adanya tanaman lain yang produktif.

Oleh karenanya, upaya kongkrit mengurangi dominasi dan ketergantungan kita terhadap kelapa sawit dengan mengarahkan petani-petani kita agar berinovasi dengan menanam tanaman-tanaman lain yang produktif harus kita mulai sejak dini.

Di samping itu, upaya mengarahkan agar petani berinovasi dengan menanam tanaman lain selain kelapa sawit harus diberengi langkah pemerintah untuk melakukan hilirisasi produk-produk yang dihasilkan serta menjamin bahwa produk yang dihasilkan petani nantinya akan terserap oleh pasar. Hal ini sangat penting dilakukan agar produk yang dihasilkan petani membawa dampak maksimal bagi kesejahteraan masyarakat.***

Mujiono, SE adalah Statistisi Ahli BPS Provinsi Riau.