AKHIR-AKHIR ini kejahatan dan kemungkaran semakin merajalela. Korupsi, narkoba, zina, pembunuhan, fitnah, kebencian, berita bohong, intoleran setiap hari mengisi berita di media sosial. Pertanyaannya , kenapa bisa terjadi? Pada hal negeri kita adalah negeri yang beragama dimana penganut islam terbesar dunia. Jawabannya tentu banyak, tapi yang dominan menurut para pakar dan pengamat yaitu; Pertama, kegagalan pemahaman agama. Agama dipahami seolah olah hanya hubungan dengan Allah (hablumminallah) dengan segala ritual ritualnya, sedangkan hubungan sesama manusia (hablumminannas) terabaikan yang isinya adalah berakhlak mulia.

Kedua, orang sudah berani menyebut, kondisi diatas terjadi karena metode dakwah tak pernah di evaluasi. Dakwah belum berhasil menjadikan umat menjadi Pengamal Alquran, yang ada baru pengamat Alquran, penghafal Alquran dan penerjemah Alquran. Sekarang kita lihat dengan hati nurani, dengan akal sehat dan jujur, kenyataan dan fakta keberagamaan kita.

Kita bersyukur, karena ada kecendrungan peningkatan aktifitas majelis taklim, diskusi dan kajian kajian islam. Kita bersyukur ada kecendrungan perempuan islam menutup aurat walaupun sebagian belum memenuhi syarat. Kita bersyukur MTQ dan peringatan-peringatan hari besar islam tetap terlaksana. Kita bersyukur pendidikan keagamaan di perguruan tinggipun semakin hidup dan bergairah.

Dengan kondisi seperti ini, logika dan akal sehat berbicara, tentu masyarakat kita sudah dipandu oleh ajaran islam alias ajaran islam sudah menjadi pedoman hidup keseharian.

Namun ironis sekali justru yang terjadi membuat kita risau. Kita risau masih banyak rambu- rambu agama yang dilabrak. Kita risau, kejujuran dan keteladanan semakin hilang. Kita risau tokoh-tokoh partai islam tersangkut pidana dan malah sudah dipenjara.

Kita risau pelanggaran pelanggaran dianggap hal biasa. Kita sangat risau karena rasa malu semakin jauh. Kita risau entah kemana asa mau diusung. Kita risau banyak orang pintar tapi minus akhlak.

Kita risau semakin banyak perempuan berjilbab, namun gunjing, dengki tak kunjung hilang. Kita risau agama hanya formalitas dan rutinitas, dan banyak lagi risau-risau yang lain.

Sekali lagi inilah yang disebut ironis dan paradok. Dakwah lancar dengan dai-dai populer, tapi belum punya dampak dan buah, sehingga kemungkaranpun tetap saja subur.

Korupsi semakin jaya, narkoba tak terhalangi, kebencian, fitnah, bohong tak terbendung, konflik dan saling curiga sudah hal biasa. Umat islam belum jadi umat terbaik seperti yang disebut Alquran. Tentu ada yang salah, dan apa yang salah ?

Benarkah dakwah gagal? Sangat mengagetkan komentar Prof. Achmad Satori (Ketua IKADI Pusat) menyebutkan, kejahatan kemanusiaan akhir-akhir ini merupakan bentuk kegagalan dakwah. Karena Islam dianggap hanya ibadah dan takwa saja (Republika, 9 Januari 2009).

Sekarang bagaimana menurut kita dan pertanyaan ini harus dijawab dengan jujur, akal sehat dan hati nurani. Jika gagal, kita tentu prihatin, dan menjadi tugas kita semua mencari solusinya.

Kita harus interospeksi terutama metode dakwah yang tidak jelas dan tidak terukur. Jika dakwah tidak gagal, mari kita tingkatkan terus kualitasnya sehingga segala bentuk kejahatan dan kemungkaran dinegeri ini dapat diminimalisir. Sehingga ‘Khairo Ummah’ semakin dapat kita nikmati. Insya Allah.***

Drs. H. Iqbal Ali, MM adalah Ketua Sekolah Tinggi dan Ilmu Politik Persada bunda 2008 – 2016 dan Ketua Dewan Pembina IKMR provinsi Riau Mubaligh IKMI Riau.