Oleh Hesti Wahyuni*

Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang  harus diwujudkan, dan dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh memberikan otonomi yang luas kepada Pemerintah Aceh untuk mensejahterakan rakyat Aceh.

Sehingga Gubernur Aceh meminta kepada Dinas Kesehatan Provinsi Aceh untuk mendesain sistem pelayanan kesehatan yang membuat semua senang. Artinya, pendanaan kesehatan yang memadai sehingga rakyat senang  dan fasilitas kesehatan ikut senang sehingga dapat memberikan pelayanan yang bermutu. Sehingga terbentuklah Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) bertujuan memberikan kesehatan gratis bagi masyarakat Aceh.

Banyak dari berbagai provinsi datang ke Aceh baik melakukan penelitian dan studi banding tentang Program JKA.  Ini karena, syarat menjadi peserta JKA sangat mudah hanya bermodalkan kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) Aceh bisa memperoleh kartu JKA. Dan di samping itu, JKA juga menanggung semua biaya pengobatan secara gratis, maksudnya biaya ini semua dibayar oleh Pemerintah Aceh mulai dari pendanaan kesehatan dan fasilitas kesehatan.

Sehingga dari masyarakat Aceh sampai dengan pemberi pelayanan kesehatan sama-sama bahagia. Program JKA ini sangat pro masyarakat terutama pada  masyarakat miskin.  Karena mereka dapat berobat secara gratis dan pengurusa adminitrasi di pelayanan kesehatan juga sangat mudah.

Tidak hanya itu, pelayanan kesehatan yang diberikan oleh JKA meliput; rawat inap tingkat lanjut (RITL), rawat jalan tingkat pertama (RJTP), rawat jalan tingkat lanjut (RJTL), rawat jalan tingkat pertama (RJTP), obat rawat tingkat lanjut (ORTL), obat rawat inap lanjut (ORIL), obat rawat jalan lanjut (ORJL), dan rawat inap tingkat pertama lainnya (RITPL). Serta JKA ini mengobati tidak membatasi pengobatan artinya segala jenis penyakit diobati. Makanya wajar daerah lain cemburu dengan daerah Aceh pada saat itu karena adanya JKA ini.

Tak ada Gading tak Retak?

Kata pepatah tak ada gading tak retak. Begitu pula dengan Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) ini. Selain banyak  kelebihan dari program JKA ini. Namun, dalam perjalannyan pada saat itu ada juga kekurangan dari JKA. Adapun kekurangan dari JKA yaitu, belum payung hukum yang kuat, seharusnya JKA sudah memliki hukum yang kuat, seharusnya JKA ini dibuat Qanun tersendiri tentang JKA, sehingga semua program dari JKA tertulis di JKA termasuk syarat menjadi peserta JKA, pembiayaan JKA dan sebagainya serta jika adanya pergantian Gubernur Program JKA ini terus tetap ada dan berjalan.

JKA masih satu sumber yaitu dari APBD, ditakutkan akan terjadi hambatan dalam pelaksanaan jika hanya satu sumber dananya. Akan lebih baik, pemerintah Aceh mencari donatur untuk JKA ini. Dan kelemahan lainnya adalah peserta JKA yang seharusnya dikhusus untuk rakyat miskin, jangan sampai masyarakat kelas ekonomi keatas juga memiliki kartu JKA. Untuk itu, pentingnya kejujuran, ketilitian, dan pengawasan bagi pengelola JKA untuk perserta JKA ini. Dengan demikian, dapat mengurangi peserta JKA dan dapat menghemat dari dana APBD yang dikeluarkan untuk JKA

JKA hanya menitikkan beratkan pada kuratif, sedangkan yang paling penting adalah promotif dan preventif. Bukankah pada prinsipnya mencegah lebih mudah dibandingkan dengan mengobati?. Dalam JKA sebaiknya lebih lebih pembiayan kesehatan banyak di titik beratkan pada promosi dan prevenif.

Contoh untuk penyakit diabetes mellitus (DM), bisa dilakukan upaya promotif dan preventif  melalui penyuluhan pada masyarakat tentang edukasi mencegah DM dengan cara membiasakan diri untuk hidup sehat, bisakan diri berolahraga teratur, hindari menonton televisi atau menggunakan komputer terlalu lama, jangan mengkonsumsi permen, coklat, atau snack dengan kandungan kadar karbohidrat dan hindari juga makanan siap saji.

Konsumsi sayuran dan buah-buahan, kurangi makanan yang banyak mengandung banyak protein, lemak, gula dan garam serta rajin memeriksa kadar gula urine setiap tahun. Pelayan kesehatan ini lebih hemat pembiayaannya dibandingkan dengan kuratif, di mana mulai dari biaya obat-obatan, rawat jalan sampai dengan rawat inap, ini membutuhkan biaya yang besar. Bukan berarti kuratif di dikesampingkan, kuratif juga penting.

Pemberian obatan-obatan seharusnya obat di sini juga tidak hanya menggunakan obat generik saja, adanya juga menggunakan obat paten agar pasien JKA cepat sembuh tuntas, puas dan senang. Serta JKA ini juga tidak hanya bisa digunakan untuk daerah Aceh saja akan tetapi bisa juga digunakan untuk rumah sakit di luar Aceh.

JKA ini juga harus di promsikan kepada  masyarakat terutama yang tinggal di pelosok serta bagi masyarakat Aceh yang tidak bisa berbahasa Indonesia serta tidak bisa membaca.  Dengan kelemahan ini bukan berarti Program JKA ini harus berhenti sampai di situ.

Di sinilah perlu dilakukan perbaikan perbaikan agar JKA ini berjalan dengan lebih baik kedepannya. Dan bisa menjadi contoh jaminan kesehatan tidak hanya di tingkat Nasional. Akan tetapi, di tingkat Internasional. Serta bisa menjadikan program unggulan dan ciri khas dari Pemerintah Aceh untuk masyarakat Aceh.

Pertahankan JKA

Seharunya Pemerintah Aceh terus mempertahankan JKA ini jangan sampai digantikan jaminan kesehatan lainnya. Bukankah khusus untuk Aceh, dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, telah meletakkan dasar yang cukup relevan untuk membangun sektor kesehatan di Aceh.

Dalam Pasal 224, pada ayat (1) disebutkan bahwa “Setiap penduduk Aceh mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pelayanan kesehatan dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal”. Selanjutnya pada ayat (4) ditegaskan kembali bahwa “Setiap anak yatim dan fakir miskin berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang menyeluruh tanpa biaya”. Atas dasar ini seharusnya JKA terus diadakan kembali.

Bukannya hanya itu saja, untuk membangun Aceh ini dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang sehat. Bagaimana jika masyarakatnya sakit? Apalagi Aceh masih termasuk provinsi termiskin ke dua se-Sumatera. Jadi, sangatlah dibutuhkan kembali JKA ini. Semoga tahun ini JKA ini kembali lagi. Dan terus berlajut untuk ke depannya.

* Mahasiswa Magister Kesehatan Masayarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah (Unmuha) Aceh