Jika Anda menempatkan pola pikir  waktu adalah uang, maka sehari-hari pikiran Anda akan bertumpu pada target, aset untuk terus bertempur mendapatkan uang. Tapi jika Anda berpikir  waktu adalah nafas, maka orientasi tujuan hidup Anda menjadi berbeda. Pergunakan nafas itu untuk ibadah.

Ibadah itu tidak sekedar melakukan ritual hubungan manusia dengan Tuhannya. Segala hal yang memberi kebaikan baik kepada diri sendiri, keluarga, masyarakat hingga mahluk hidup, nilainya terap lah ibadah.

Waktu adalah nafas yang setelah terlewat tidak akan kembali. Manusia sesungguhnya hanya pengendara diatas punggung usia. Digulung hari demi hari, bulan dan tahun tanpa terasa. Makanya sering tanpa sadar kita menyadari, orang tua kita yang dulunya muda, bercahaya pelan-pelan kecantikan dan ketampanannya meredup hingga suatu saat kita melihat uban sudah mulai menutupi rambutnya. Hingga suatu hari kita menyadari ia meninggalkan dunia. Dan diri kita yang dulunya masih kanak-kanak, lincah tiba-tiba saja mulai menua.

Nafas kita terus berjalan seiring jalannya waktu, setia menuntun hingga ke pintu kematian. Untuk itu, hargai waktu, hargai nafas. Umur kita yang hari ini sesungguhnya tak ternilai harganya. Karena belum tentu besok atau nanti, kita bisa menemukannya kembali.

Oleh karena itu jangan biarkan hari ini berlalu tanpa kebaikan. Jangan tertipu dengan usia muda, karena syarat mati tidak mesti tua. Teruslah berbuat baik, berkata baik, karena itulah sisa yang lezat untuk dikenang. Jadilah seperti akar yang tidak terlihat, tapi tetap menyokong kehidupan.