SELAYANG pandang perlu kita lihat mengapa negara itu muncul. Bukankah Negara itu abstrak. Kita tidak pernah melihat Negara Inggris, Prancis, ataupun Indonesia, yang kita lihat hanya benderanya, orangnya, lambangnya atau merasakan ideologinya dan mendengarkan lagu kebangsaannya, serta bahasa nasionalnya. Teori tentang asal mula negara dibuat berdasarkan telaah atau peristiwa sejarah suatu bangsa, kemudian diambil garis besarnya secara induktif. Negara adalah kekuatan serta ikatan suatu organisasi terbesar di dunia, bukan persatuan PBB, Asean, KTT, dan berbagai kelompok yang lain dapat lebih mudah untuk bubar.

Untuk negaranya, manusia rela berjuang mati-matian. Para olahragawan dan olahragawati berjuang hanya untuk sekadar piala bagi negaranya. Para pahlawan bercucuran darah untuk membela sejengkal tanah air, bahkan masyarakat bersedia berjam-jam diterik matahari hanya untuk suatu pesta kemenangan negaranya.

Sebaliknya, hanya negaralah yang mempunyai wewenang untuk menindak warganya apabila melanggar peraturan negara tersebut. Akhirnya masyarakat rela dipungut biaya pajak dengan paksa. Rela untuk dijatuhi hukuman termasuk hukuman mati sekali pun, rela dikurung dalam penjara. Demi Negara manusia menyerahkan hidup dan kehidupannya sehingga Negara menjadi posisi kedua setelah menghormati Tuhan.

Pada mulanya Negara bersifat sederhana. Pemerintahan Negara berjalan secara tradisional karena masyarakatnya ikut serta secara langsung dalam keseluruhan menentukan penyelenggaraan dan kebijaksanaan Negara. Hal ini dapat dilakukan karena Negara pada saat itu hanya sebatas suatu kota dengan jumlah warga yang hanya sedikit, kepentingan rakyat pun belum banyak dan rumit seperti sekarang ini.

Situasi dan kondisi seperti inilah yang banyak ditulis oleh filosof kenegaraan seperti Plato. Buku Plato yang paling terkenal berjudul Politea yang berarti Negara. Menurut Plato, Negara adalah keinginan kerja sama antara manusia dalam rangka memenuhi kepentingan bersama. Karena keseluruhan inilah kemudian kesatuan orang-orang yang ada dalam satu negara itu disebut masyarakat, dan hanya masyarakat itulah penduduk Negara ketika itu, setelah kemudian baru dikunjung oleh orang-orang dari Negara lain untuk berdagang dan bersilaturahmi.

Walaupun dengan demikian, dalam kelompok masyarakat bagaimanapun kecilnya, ada kelompok inti yang menjadi elit pemerintahan yang berkuasa disatu pihak tersebut pemerintah. Dikelompok lain ada kelompok yang lebih banyak jumlahnya adalah masyarakat biasa yang diperintah. Walaupun partisipasi masih mudah dibangkitkan dalam kesibukan manusia sehari-hari yang masih sederhana tersebut, tetapi tidak seluruhnya masyarakat berkecimpugan dalam bidang pengaturan dan pengurusan Negara.

Akibatnya, dalam suatu Negara tersebut muncul kelompok orang yang kuat kedudukannya disatu pihak dan dilain pihak orang-orang yang lemah kedudukannya. Jadi, Negara selanjutnya menjadi alat bagi sekelompok masyarakat yang kuat untuk melakukan pengamanan dan penertiban. Apabila kedudukan tersebut dipertahankan untuk waktu yang lama sehingga diwariskan kepada anak-anaknya secara turunan maka lahirnya dinasta, yaitu orang-orang kuat yang kemudian mendaulat dirinya menjadi kaum bangsawan yang berdarah biru.

Apabila rasa kesukuan juga muncul dalam masyarakat yang lebih kecil lagi, nantinya akan menimbulkan perpecahan dalam berbagai keluarga yang akan berakibat munculnya klik-klik kecil yang egois, yang pada gilirannya melahirkan individualistik. Oleh karena itu, selain membicarakan ideologi juga perlu dibahas peradaban berbagai mazhab sebagai bagian lain dari kelompok corak berpikir manusia.

Ideologi berakibat pada ketiranian karena memaksakan kebersamaan, sedangkan individualistik berakibat pada perpecahan. Keuntungannya ideologi berakibat persatuan dan kesatuan bangsa, sedangkan individualisik menguntungkan pribadi karena lahir kepuasan perseorangan.

Prof. Nasroen pernah mengatakan ''Tidak satu Negara pun ada dengan sendirinya; Negara itu diadakan makanya Negara ada''. Negara itu tidak mungkin mengadakan dirinya sendiri, dan tidak mempunyai kemauan sebagai Negara. Yang mengadakan Negara itu manusia juga, mengadakan Negara itu suatu peristiwa tertentu dan peristiwa itu menghendaki tindakan tertentu pula dari manusia. Tindakan ini berdasarkan kemauan tertentu pula dari manusia, yaitu kemauan hendak bernegara. ***

* Syahrol Yadi adalah mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Maritim Raja Ali Haji