MEDAN - Bioskop di Medan pernah berjaya dan dibanjiri penonton. Seiring berjalannya waktu, tahun 1990-an, adalah tahun sangat sulit bagi perfilman Indonesia. Produksi film menurun drastis dimana penonton film Indonesia juga turun. 

Banyak yang bilang saat itu Indonesia mulai dijajah oleh film Hollywood. Meski demikian, produksi film Indonesia tetap ada, meski yang bisa ditonton adalah film-film panas.

Sekadar mengingat judul-judul film yang pernah menghiasi perfilman kita antara lain Gadis Metropolitan, Akibat Hamil Muda, Gairah Malam, Gairah yang Panas, Kenikmatan Tabu, Kembalinya si Janda Kembang, Gadis Malam, Penyimpangan Sex serta film lainnya yang menghadirkan artis-artis ‘berani’ Yenny Farida, Kiki Fatmala, Sally Marcelina, Inneke Koesherawati serta yang lainnya.

Pasca semakin redupnya dunia perfilman pada masa itu, beberapa bioskop juga memberlakukan nonton murah yang istilahnya pada masa itu disebut matine sekarang istilahnya nomat (nonton hemat).

Untuk bisa bertahan, beberapa bioskop secara terang-terangan memutar film porno. Poster film di depan adalah film India atau film silat, tapi setelah menonton beberapa menit filmnya berubah jadi film blue (porno).

Makin redupnya bisnis bioskop di Medan pada tahun 2000-an, banyak gedung bioskop yang ada beralih fungsi jadi supermarket dan pertokoan.

Bioskop Deli yang ada di Jalan Perdana Medan, kini beralih fungsi menjadi barisan ruko yang menjual berbagai kebutuhan. Pantauan di beberapa lokasi, bioskop yang masih bisa bertahan adalah bioskop yang dikombinasikan dengan keberadaan pusat perbelanjaan seperti mall.

Namun, seiring waktu dan semakin ketatnya persaingan, bioskop lama secara perlahan banyak yang berubah dan mengikuti perkembangan zaman menjadi bioskop modern seperti Cinema 21, Cinema XXI, The Premiere dan IMAX.

Beberapa gedung bioskop yang dulu sempat jaya, kata Idris Pasaribu seharusnya mendapat perhatian dari pemerintah Provinsi Sumut untuk melestarikannya. Seperti Taman Budaya Sumatera Utara yang dalam beberapa tahun belakangan ini sering terabaikan keberadaannya oleh pemerintah daerah.

Eks gedung Tapian Daya yang sekarang beralih fungsi menjadi Arena PRSU sesungguhnya memiliki gedung bioskop yang sangat bagus. Tapi itu hanya tinggal kenangan karena gedungnya sudah berubah total.

“Seharusnya pemerintah daerah benar-benar menjalankan amanat Undang-undang No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman,” tandasnya.

Dengan menjalankan amanat undang-undang itu, tambah Idris Pasaribu keberadaan film Indonesia yang selama ini terpuruk bisa bangkit kembali. Keberadaan bioskop di kota Medan yang dulu sempat berjaya pun bisa menjadi cerita yang memotivasi bagi generasi muda sekarang dalam menaikkan derajat perfilman Nasional.