LANGKAH yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) usai peristiwa 4 November terbilang unik. Para pengamat menilai langkah Jokowi meredam aksi lanjutan 4 November sangat intensif. 

Mula-mula melakukan inspeksi pasukan-pasukan elit TNI dan Polri. Agak berbeda kali ini guna meredam situasi agar tidak berlarut-larut, Jokowi mengunjungi markas pasukan Kopassus (Komando Pasukan Khusus). Dalam inspeksi itu antara lain muncul pernyataan Jokowi yang juga merupakan panglima tertinggi. Sebagai panglima tertinggi bisa menggerakkan Kopassus apabila terjadi kerusuhan. Penegakan ini cukup jelas tujuan nya agar tidak terjadi lagi, aksi-aksi massa yang dapat mengancam keamanan negara.

Jokowi menyambangi berbagai satuan pasukan elit seperti, Korps Marinir, Brimob, Pasukan Kostrad, Paskhas dan unsur-unsur angkatan bersenjata lainnya. Dari hasil inspeksi ke lingkungan pasukan-pasukan elit itu, muncul pernyataan kesetian untuk menjaga NKRI. Bahkan dengan diiringi yel-yel yang menimbulkan semangat, pasukan TNI dan Polri itu menampilkan sikap loyalitas terhadap presiden.

Aksi unjuk rasa pada awalnya menentang pernyataan Gubernur DKI, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok. Statemen yang dianggap menistakan agama Islam. Sebelum terjadinya demo dari ribuan demonstran, awalnya di Mesjid Istiqlal berlangsung sholat jumat berjamaah. Suasananya nampak tenang. Namun usai sholat jumat, massa mulai mengeluarkan pernyataan agar Ahok dihukum. Tidak berhenti sampai disitu, aksi berlanjut di depan Istana Merdeka yang dijaga ketat pasukan TNI dan Polri.

Bahkan beberapa demonstran mencoba memasuki halaman Istana Merdeka. Para anggota TNI dan Polri yang bertugas menjaga keamanan, menghalangi massa yang mencoba merangsek halaman Istana. Demikian juga guna mencegah agar aksi tidak meluas, anggota Polri menyemprotkan water cannon yang berisi gas air mata. Usaha ini berhasil menghalau para demonstran.

Langkah-langkah yang dilakukan Jokowi guna menjaga keamanan negara, berlanjut dengan mengadakan pendekatan sejumlah pimpinan ormas Islam. Yang juga tidak kalah pentingnya presiden mengadakan pembicaraan dengan ketua umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Hal ini merupakan pertemuan yang kedua kalinya. Pada pertemuan pertama jauh sebelum peristiwa 4 November, Jokowi mengunjungi kediaman Prabowo di Hambalang. Dari pertemuan pertama dan kedua, nampak keakraban kedua tokoh tersebut guna mengatasi berbagai permasalahan yang timbul. Mereka bersepakat meskipun ada perbedaan tetapi tidak menimbulkan perpecahan dan permusuhan. Keduanya menganggap ingin menciptakan Indonesia yang damai, sejahtera dan sejuk. Dilihat dari perspektif pendekatan kedua tokoh ini, dapat membawa suasana kebersamaan dan tali silaturahmi. Ada istilah yang cocok untuk peristiwa yang terjadi usai aksi 4 November, yang dikenal dengan istilah "modus vivendi". Istilah itu relevan untuk meredam perbedaan dan ketegangan yang terjadi, terutama yang menyangkut situasi yang terjadi akhir-akhir ini dalam ranah politik dan sosial.

Modus vivendi biasa dipakai para juru runding dan pengamat dalam menghadapi situasi yang sulit. Apa yang dilakukan Jokowi sudah sesuai dengan prinsip modus vivendi. Sehingga diharapkan tidak terjadi aksi-aksi kekerasan dan masuknya unsur-unsur yang mencoba memancing di air keruh.***

H Mulyadi adalah wartawan senior tinggal di Pekanbaru.