BADAN Usaha Milik Daerah (BUMD), keberadaaanya memang penuh dinamika. Dari masalah penempatan pegawainya hingga tidak berimbangnya antara penyertaan modal dengan keuntungan yang didapatkan. BUMD merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah. Sebagaimana definisi dari UU nomor 23 tahun 2014. Duitnya jelas dianggarkan atas persetujuan Gubernur dan DPRD yang disyahkan dalam rapat paripurna baik pada APBD murni atau APBD perubahan.

Dari berbagai kasus yang muncul, BUMD disorot karena kerap dipolitisasi oleh oknum kepala daerah atau anggota DPRD. Kesan BUMD sebagai tempat titipan dan penempatan pejabat serta sebagai ladang ''panen'' untuk menumpang fasilitas pejabat atau mitra.

Maka yang terjadi adalah akuntabilitas BUMD hanya dilihat dari sudut akuntabilitas politik bukan berdasarkan profesionalisme kerja pengelola unit usaha. Menambah penyertaan modal bukan pertimbangan kinerja dan capaian hasilnya. Tetapi karena deal- deal politik dan faktor lainnya.

Kendati demikian dari catatan Kementerian Dalam Negeri ( Kemendagri) terdapat 1.186 BUMD, 92,87 persen memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Dan sebagian lainnya tidak memberikan kontribusi yang berarti.

Tidak heran kalau di Provinsi Riau sejumlah BUMD yang telah disubsidi puluhan miliar melalui anggaran daerah tidak memberikan keuntungan yang berarti untuk pendapatan daerah. Bahkan ada dua BUMD yang tidak jalan sama sekali. Namun juga harus diakui ada BUMD yang sanggup memberikan keuntungan sampai 122 persen melampaui modal yang diberikan seperti PT BSP.

Berdasarkan data yang disampaikan sekda Ahmad Hijazi pada penyampaian penyempurnaan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah Provinsi Riau tentang perubahan APBD tahun anggaran 2016 diketahui. BUMD Milik pemprov Riau memberikan pendapatan Rp 218,6 miliar dari total penyertaan modal sebesar Rp 930, 672 miliar atau mendekati angka Rp1 triliun.

BACA JUGA:

. Mulutmu Harimaumu; Aku Khawatir Gara-gara Ahok

. Riau Sambut Hari Anti Korupsi Internasional (HAKI): ''Roda Politik Penguasa''

BUMD yang diharapkan akan berkontribusi maksimal ternyata hasilnya ada yang membanggakan tetapi juga banyak sangat mengecewakan. Secara terinci nama-nama BUMD - memberikan bagian laba bersih atas penyertaan modal adalah; PT Bank Riau Kepri menyumbangkan 32, 49 persen atau Rp136, 375 miliar dari total penyertaan modal mencapai Rp419, 168 miliar.

Selanjutnya PT Permodalan Ekonomi Rakyat (PER) hanya mampu menorehkan 3,12 persen atau Rp 2, 5 miliar dari penyertaan modal yang sangat besar yakni Rp80 miliar. Sedangkan PT Pengembangan Investasi Riau (PIR), malahan lebih kecil hanya 2 persen atau Rp 2, 5 miliar dari total modal Rp 124,9 miliar.

Secara berurutan, PT Asuransi Bangun Askrida menorehkan angka 52 persen dari total modal Rp1,2 miliar. PT Bumi Siak Pusako (BSP) mencapai 122, 22 persen atau Rp55 miliar dari modal Rp 45 miliar.

PT Pembangunan Sarana Riau (PSR) 37,95 persen atau Rp 18,6 miliar dari total penyertaan Rp49 miliar. PT Sarana Penjamin Riau (SPKR) 4,71 persen atau Rp 1,2 miliar dari modal Rp 25, 4 miliar.

Sementara penyertaan modal pada Koperasi sebesar Rp 2 miliar patut diapresiasi karena justeru memberikan laba 85 persen atau Rp 1,7 miliar. Dapat diketahui dan dilihat mana-mana BUMD yang tingkat rasionalitas bagian laba atas penyertaan modal. Anehnya BUMD yang menguntungkan penyertaan modalnya sangat kecil sementara BUMD yang minim pendapatan digelontorkan modal besar.

Disamping itu masih ada 2 BUMD yang tidak bergerak dan sama sekali tidak memberikan laba. Yaitu PT Riau Airlines yang telah disuntik modal Rp149, 7 miliar dan PT Riau Petrolium Rp 7, 2 miliar.

Melihat perbedaan keuntungan antara BUMD satu dengan yang lainnya. Semestinya harus diperhatikan tingkat rasionalitas bagian laba atas penyertaan modal. Disamping juga perolehan manfaat ekonomi, sosial dengan batasan jangka waktu.

Dikatakan oleh direktur eksekutif komite pemantauan pelaksanaan otonomi daerah ( KPPOD ) R Endi Jaweng perlunya diatur kejelasan hubungan antara profesionalisme dan sisi politik kepala daerah/ DPRD dalam rancangan peraturan pemerintah tentang BUMD. Perlu pengaturan BUMD pada hal- hal yang mendasar utamanya untuk profesionalisme dalam unit usaha, penilaian kerja dan akuntabilitas. Dengan demikian BUMD akan tumbuh kuat mampu bersaing tidak kalah dengan sektor swasta.

Profit dan Nonprofit

Sejauh ini peranan BUMD ada yang mengatakan tidak semuanya mencari keuntungan. Bahkan dengan terang- terangan menyebutkan untuk menampung tenaga kerja. Yang terjadi uang modal digunakan untuk belanja gaji dan membangun perkantoran.

Menurut Dirjen Keungan Daerah Kemendagri Reydonnizar Moenek sudah dirancang - BUMD yang tidak berorintasi profit yaitu PDAM. PDAM akan dibuat menjadi sebuah BUMD yang fokus pada layanan publik. Maknanya PDAM tidak lagi jadi sumber PAD.

BUMD direncanakan akan dibagi menjadi dua, yaitu pertama BUMD yang berorientasi pada keuntungan dan kedua BUMD yang tidak berorientasi pada keuntungan. Adapun yang masuk kategori pertama seperti perbankan, lembaga keuangan, aneka usaha pertambangan, kehutanan, perkebunan sedangkan kategori kedua layanan publik PDAM.

Yang pasti menilik keberadaan BUMD milik pemprov Riau harus ada keberanian transformasi BUMD. Dalam korporasi besar, seperti BUMD, tranformasi kadang kala tidak mudah karena perubahan itu mengusik zona nyaman yang kadung dirasakan.

Untuk itu harus ada lompatan keberanian dan niat tulus. Mulai dari penempatan orang- orang yang tepat, berintegritas dan berkemampuan menjadi penting di jajaran direksi maupun jabatan strategis lain di korporasi BUMD.

Dalam persaingan yang keras, peran dewan komisaris sebagai pemegang saham pengendali dan penajaman rapat umum pemegang saham (RUPS) diharapkan mampu meningkatkan kinerja sesuai dengan harapan awal berdirinya BUMD, Sehinga penyertaan modal yang diberikan oleh pemprov Riau dapat meningkatkan PAD , sebagai kontribusi terhadap masyarakat dan pemerintah Riau. ***

Bagus Santoso adalah anggota Fraksi PAN DPRD Provinsi Riau