Adegan pelajar yang melanggar lalu lintas dan mengaku anak jenderal kepada aparat lalu lintas beberapa waktu silam mengindikasikan bahwa masih berkembangnya perbekingan di masyarakat kita. Hal ini memberi tanda tanya besar kepada kita tentang budaya kurang baik yang telah menjadi kebiasaan, istilahnya asal ada saudara, semuanya lancar. Kita sama-sama sadar dan sudah menjadi rahasia umum, kebiasaan ini sudah mengakar turun temurun. Yang lebih sering kita lihat di masyarakat kita adalah pada saat razia kendaraan. Petugas polantas akan melepas oknum yang ternyata saudara dan ada hubungan darah dengan pimpinannya di kantor pada saat razia. Ini wajar. Petugas enggan berurusan dengan pimpinan. Walaupun sebenarnya petugas tersebut bisa bersikap tegas.

Akhirnya aturan hukum yang telah dibuat negara ini, tak tersentuh oleh tingginya jabatan. Harusnya ini pelajaran bagi masyarakat kita. Masyarakat mendambakan keadilan hukum bagi siapapun, tak mengenal dia siapa. Apakah dia anak presiden, menteri, polri. Jika memang dia bersalah dan dengan sengaja melanggar aturan hukum, harusnya dikenai sanksi. Ini bukan penawaran, melainkan sebuah keharusan yang harus diterapkan secara merata tanpa pandang siapa orang yang dibawanya.

Ketika masyarakat menyadari dan taat terhadap aturan hukum yang ada, akan lebih mudah menyatukan suara mendobrak kebiasaan buruk di instansi pemerintahan yang masih menjamur. Masyarakat dapat bersikap atas diskriminasi yang terjadi. Jika memang negara ini berdiri atas nama hukum yang sah, maka setiap individu yang sesuai undang-undang bersalah akan diberi sanksi tanpa tawar-menawar.

Kita bisa belajar dari putra Hatta Rajasa, Rasyid yang mengalami kecelakan di tol hingga menewaskan dua orang. Walaupun kondisinya pada saat itu ia adalah seorang anak menteri, namun sanksi tetap ia terima akibat kelalaiannya dalam mengendarai mobil. Bahkan tidak ada reaksi berlebihan yang dilakukan oleh pihak keluarga Rasyid atas sanksi yang dijatuhkan padanya. Karena apapun itu, ia mengakui kesalahannya.

Harusnya ini menjadi pelajaran buat anak pejabat yang belagak sok hebat. Ketika mereka melakukan tindakan melanggar hukum jangan seenaknya saja karena orangtuanya pejabat publik. Siapapun itu harus mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum.
Ketegasan Aparat

Aparat penegak hukum sebagai pihak yang berwenang menjalankan supremasi hukum di lingkup masyarakat harus memiliki ketegasan. Sebagai pihak yang telah dipercaya oleh  masyarakat terkait peran dan wewenangnya, diharapkan mampu mengentaskan citra buruk terkait hukum yang masih dapat dibeli oleh beberapa oknum. Tentunya harus dimulai dari dalam (instansi) terlebh dahulu.

Jika ternyata penegak hukum lebih takut kepada pimpinan ketimbang hukum yang telah dijamin oleh undang-undang, tentu sampai kapanpun negara ini tidak akan pernah menghargai sebuah persamaan dan keadilan. Jaminan negara yang kuat di mata dunia akan tercermin dari seberapa taat masyarakat dan pemerintahnya menjalankan aturan perundang-undangan.

Diri Sendiri

Kita dapat memberantas kebiasaan buruk terkait beking hukum yang merajalela. Tentunya dimulai dari diri sendiri. Apapun profesi kita saat ini, apakah seorang pelajar, anak pejabat, anak jenderal, bahkan presiden sekalipun harus menyadari bahwa tegaknya supremasi hukum harus dimulai dari diri sendiri. Jika setiap dari diri kita sadar dan taat terhadap aturan hukum yang berlaku di negeri tercinta, tentu keteraturan dan kenyamanan akan tercipta.

Minimalisir setiap celah yang mengundang setiap oknum untuk melakukan pelanggaran hukum dengan dimulai dari aparatnya yang taat. Jangan samapi terjadi seorang petugas lalu lintas yang dengan sengaja melanggar traffic light. Hal ini dapat memberikan dampak cukup besar bagi masyarakat. Hingga ada yang beropini,” Lihat, pak polisi saja yang paham hukum malah melanggarnya, bagaimana dengan kita masyarakat biasa?”

Tentunya aparat dapat menjadi teladan bagi masyarakat. Karena aparat merupakan contoh nyata kuatnya supremasi hukum yang berlaku di suatu negara. Sehingga ada sebagian  masyarakat yang enggan untuk melanggar hukum karena tersadar setelah melihat disiplinnya aparat dalam menjalankan dan menegakkan hukum.

Pendidikan Norma

Dalam hal ini, orangtua sangat vital perannya dalam mendidik anak untuk menghadapi bebasnya arus pergaulan. Lingkungan yang membentuk karakter anak seharusnya menjadi perhatian serius kepada setiap orangtua. Bisa jadi kejadian yang menimpa sejumlah pelajar tertangkap aparat ketika sedang konvoi akibat lalainya orangtua dalam mengawasi anak-anaknya. Harusnya orangtua yang paling bertanggungjawab.

Walaupun orangtua dengan kesibukan kerjanya, sediakan waktu tertentu untuk mengawasi dan memberikan pendidikan norma yang dapat membentengi perilaku anak. Namun jangan sampai mengekangnya. Orangtua juga harus menjadi teladan yang baik buat anak-anaknya dengan bertingkah laku yang baik pula.

Sehingga jika lingkungan keluarga yang baik menjadi wadah utama dalam penggalian jati diri dan karakter anak, tentunya akan berdampak baik pula di lingkungannya. Termasuk lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Dan pada akhirnya tindakan remaja yang meminta perlindungan hukum dengan mengatasnamakan pejabat kepolisian dapat diminimalisir.

**Penulis adalah alumni Lembaga Pers Mahasiswa Dinamika UIN SU dan Alumni Pendidikan Guru MI UIN SU 2014