Penertiban yang dilakukan Pemko Medan terhadap pindahan pedagang Sutomo yang menggelar dagangan di sekitar Jalan Pelita dan Jalan Rakyat tampak sia sia. Hal ini disinyalir karena  tidak adanya kata sepakat antara perwakilan para pedagang dengan pihak Pemko terkait relokasi ini. Tentunya jika kita cermati, anggaran yang dikucurkan Pemko untuk pelaksanaan penertiban itu tidaklah sedikit. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengentaskan pembangunan Kota Medan yang dimulai dari pembenahan lokasi pedagang yang jauh dari kumuh dan tidak nyaman.

Namun jauh panggang dari api. Masih saja sebagian para pedagang yang tak acuh dengan misi pemko Medan untuk memindahkan lokasi berjualan.  padahal relokasi para pedagang Sutomo di Pasar Induk Lau Cih telah tersedia. Hal ini membuktikan kurangnya kesadaran para pedagang dalam mendukung pembangunan Kota Medan.
Efisiensi Anggaran Penertiban

Jika ditelisik lebih jauh dana yang digelontorkan oleh Pemko Medan pada penertiban bukanlah sedikit. Sebelumnya diketahui aksi penertiban terhadap ratusan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Sutomo, ternyata menelan budget yang fantastis. Sebanyak Rp3,1 miliar terpaksa digelontorkan kepada 1000 personil selama sebulan penuh, untuk menjadikan lokasi ini steril dari aktivitas dan lapak jualan.

Senada dengan hal diatas bahwa anggaran penertiban PKL sebesar itu dinilai memang patut dipertanyakan. Apalagi jika diperuntukkan untuk melakukan penggusuran PKL di kawasan Sutomo. Terlebih ada anggaran yang tak kalah besar untuk melakukan penggusuran serupa sebelumnya (Rp2 miliar). Ini menjadi pertanyaan besar, Pemko Medan harus bisa menjelaskannya.

Pemko Medan harus mampu mengklarifikasi. Anggaran sebesar itu sebaiknya dijabarkan secara terperinci dan detail. Sehingga masyarakat mendapatkan penjelasan. Karena akan menjadi tanda tanya besar dan bisa menimbulkan kecurigaan terhadap masyarakat.

Kini penertiban terhadap pindahan pedagang Sutomo sudah berhenti. Padahal Kasatpol PP Kota Medan M. Sofyan menegaskan bahwa penertiban para pedagang akan tetap dilakukan hingga para pedagang jera untuk berjualan di Jalan Sutomo dan sekitarnya. Karena kawasan itu telah dinyatakan oleh Walikota Medan, HT Dzulmi Eldin harus steril dari pedagang kaki lima.

Pemko Medan telah berkomitmen penuh untuk membersihkan kawasan Jalan Sutomo dan sekitarnya dari para pedagang seperti yang disampaikan oleh M Sofyan. Karena kawasan Sutomo nantinya akan dikembalikan menjadi tempat pemukiman yang layak huni dan nyaman.

Walikota Medan, T Dzulmi Eldin meminta kepada pedagang yang berjualan di kawasan  Jalan Pelita dan Jalan rakyat untuk lebih memahami dan mengerti bahwa kawasan itu bukan sebagai lokasi berjualan, melainkan sebagai jalan umum dan supaya nantinya Jalan tersebut terhindar dari kemacetan dan suasana kumuh.

Sesuai dengan tagline Medan Rumah Kita yang dicanangkan Walikota Medan, bahwa kalau kita memiliki tempat tinggal yang bersih dan indah. Sehingga kita juga akan memikirkan dan berusaha bagaimana lokasi tempat tinggal kita lebih baik dan lebih maju dari sebelumnya.

“Jadi penertiban pedagang Sutomo semata-mata untuk menata kota yang menjadi rumah kita menjadi lebih baik dan maju. Lagipula Pemko telah menyediakan lokasi yang sangat memadai,” kata Dzulmi Eldin di pemberitaan Analisa beberapa waktu silam.

Asas Kerakyatan

Salah seorang pengamat lingkungan yang merupakan dosen UIN SU Ahmad Khairuddin, mengatakan untuk tata kelola seperti kota Medan yang termasuk padat ini harus benar-benar memiliki desain yang baik. Agar wajah kota tampak aman, damai, Bersih dan tidak semerawutan.

Lebih lanjut terkait pedagang yang tidak pindah dan atau yang buka lapak baru tapi bukan yang sudah di sediakan Pemko (Lau Cih) harus ditindak tegas. Sebelum ditindak Perda-nya harus diperjelas, jadi bagi yang tidak mau pindah ke lokasi yang disediakan pemko harus digusur. Sebab jika tidak terkelola dengan baik para pedagang tersebut bisa menimbulkan efek negatif juga seperti kemacetan, lokasi kotor, dan lain sebagainya.

“Namun jika terfokus pada satu lokasi maka para pembeli (konsumen) mudah untuk mendapatkannya karena terfokus pada satu tempat. Apalagi tempat jualannya rapi dan bersih sehingga rakyat ingin belanja menjadi nyaman.

Selanjutnya dosen yang menyelesaikan studi antropologi sosial di Pasca Universitas negeri Medan tersebut juga berpesan agar pemerintah menanggapi problema ini dalam semua aspek. Selain aspek ekonomi dan sosial. Jika pemko sudah akan menetapkan Lau Cih sebagai pusat perdagangan tradisional harus memperhatikan asas kerakyatan.

“Jangan malah dijadikan monopoli, atau memberatkan bagi para pedagang pasar. Menurut saya semua pihak harus terlibat dalam hal ini,” tegasnya.

*Penulis adalah alumni Lembaga Pers Mahasiswa Dinamika UIN SU dan alumni Pendidikan Guru MI UIN SU 2014