OPERASI Tinombala telah berusia tujuh bulan, guna menumpas aksi gembong teroris Santoso dan pengikutnya. Aksi tersebut berlangsung di Poso dan sekitarnya yang berada di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng). Operasi Tinombala merupakan satuan tugas (Satgas) gabungan antara Polri dan TNI dalam memberantas petualangan Santoso dan anak buahnya. Santoso merupakan teroris di Sulawesi Tengah yang juga tokoh Mujahidin Indonesia Timur. Dalam melakukan aksinya secara brutal tak segan-segan menghabisi warga masyarakat dan melakukan perampokan. Santoso merupakan pemimpin gerombolan yang ganas. Oleh karena itu gerombolan tersebut sangat ditakuti. Bukan saja masyarakat sipil tetapi juga, kalangan meliter dan kepolisian yang sering jadi sasaran tindak kekerasannya. Mereka beroperasi di wilayah pegunungan Sulaweai Tengah yang masih ditumbuhi hutan rimba lebat. Selain itu kawasannya berbukit-bukit sehingga sulit dijangkau oleh Satgas. Karena itu guna menghadapi situasi alam yang berbukit-bukit diperlukan taktik dan strategi yang jitu. Seperti yang biasa dilakukan dalam operasi meliter Siliwangi untuk menguasai kawasan berbukit-bukit, memerlukan sistem yang disebut ''operasi lambung''. Sistem tersebut mengepung kawasan secara ketat, sehingga mempersempit ruang gerakan kawanan teroris.

Santoso merupakan bekas meliter yang melakukan desersi, ia berasal dari Jawa Tengah. Kemudian melakukan petualangan di Wilayah Sulawesi Tengah. Dalam melakukan pergerakannya sebelum ditembak Satgas Tinombala ia didampingi isterinya yang bernama Atun. Selain itu bertindak sebagai pengawal adalah Mukhtar. Operasi penumpasan yang berlangsung hari Senin (17/07) Santoso tewas karena ditembak oleh Satgas Tinombala. Beberapa peluru mengenai bagian kepalanya sehingga gembong teroris tersebut roboh dan tak berdaya. Demikian pula Mukhtar sang pengawal juga ikut tewas.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan kepada wartawan di Jakarta Rabu (20/17) bahwa yang tewas tersebut hampir dapat dipastikan 95 persen adalah benar Santoso. Karena itu Kapolri Jendral Tito Karnavian dan Kepala Staf Angkatan Darat Jendral Mulyono melakukan peninjauan ke Rumah Sakit Bhayangkaya di Kota Palu guna melihat langsung proses identifikasi. Operasi gabungan Tinombala yang secara gencar mengepung persembunyian kawanan teroris di Sulawesi Tengah itu, mampu mempersempit ruang gerak mereka. Demikian pula jalur logistik yang selama ini mendukung kegiatan operasi para teroris, berhasil di blokade oleh petugas.

Kekuatan kaum teroris itu hingga tertembaknya Santoso dan Mukhtar tinggal 19 orang. Kapolri Tito menghimbau agar sisa teroris itu segera menyerahkan diri. "Jika sudah diberi batas waktu masih melakukan aksi, jelas akan berhadapan dengan kekuatan tentara dan polisi serta masyarakat", ujar seorang pengamat meliter. Melihat dalam operasi penumpasan ini, TNI dan Polri dibantu masyarakat bersungguh-sungguh dalam menumpaskan para teroris.

Presiden Jokowi yang mendapat laporan tewasnya tokoh gembong teroris yang jadi buronon itu, memberi apresiasi kepada Satgas. Bahkan beberapa anggota TNI, terutama yang berasal dari Kostrad akan mendapat kenaikan pangkat istimewa. Sementara itu operasi penumpasan teroris di Sulawesi Tengah terus dilanjutkan hingga tuntas. Sebelum berhasil menembak mati Santoso terjadi saling tembak- menembak antara petugas dengan Santoso dan pengikutnya.

Dengan tewasnya gembong perusuh masyarakat tersebut bukan berarti secara keseluruhan situasi sudah kondusif. Karena masih diperlukan kewaspadaan bersama, guna mencegah aksi-aksi anarkis yang dilakukan sisa-sisa teroris. Sementara di wilayah lain di Indonesia diperlukan pula kewaspadaan memelihara keamanan kebersama.

Meskipun aksi-aksi para teroris belum diketahui ada unsur-unsur asing yang bermain didalamnya, akan tetapi tetap diperlukan kewaspadaan berbagai unsur masyarakat. ***

H Mulyadi adalah wartawan senior, tinggal di Pekanbaru.