KOTA Pekanbaru pernah meraih predikat sebagai kota terbersih di Indonesia. Saat itu kejayaaan Pekanbaru memang luar biasa. Sampah tidak berserakan dimana-mana, karena para petugas selalu memelihara kebersihan diberbagai penjuru jalan. Pekanbaru merupakan kota yang bebas dari sampah. Namun peristiwa ini sayangnya sudah berlangsung puluhan tahun lampau. Saat ini Pekanbaru merupakan kota penghasil sampah yang luar biasa. Dimana-mana yang terlihat ada gundukkan sampah dengan bau busuk. Ironisnya sampah yang bertebaran itu tidak dapat diselesaikan oleh Pemko Pekanbaru. Bahkan untuk pertama kali para petugas kebersihan berunjuk rasa, karena tidak dibayar honornya berbulan-bulan. Perusahaan pengelola sampah bernama PT. Multi Inti Guna (MIG) tidak dapat mengelola sampah secara baik. Bahkan akibat kinerja yang tidak memadai, gundukan sampah merupakan pemandangan yang sangat buruk. Sementara alasan dari perusahan pengelola sampah tersebut adalah kurang jelasnya anggaran. Padahal Pemko Pekanbaru telah menganggarkan sebesar Rp. 53 Milyar pada tahun 2016. Persoalan ini bagai benang kusut tidak dapat diselesaikan.

Akibat perbedaan yang tak kunjung selesai, gundukan sampah justru merupakan pemandangan yang tampak terlihat sampai kini. Pernah ada upaya agar masalah ini diselesaikan secara baik tetapi tidak ada kesepakatan antara Pemko dengan PT.  Multi Inti Guna (MIG). PT. MIG menganggap pemutusan hubungan yang dilakukan Pemko Pekanbaru, dianggap tidak wajar. Ketua PWI Riau Dheni Kurnia yang diminta menyelesaikan kasus ini berjanji memfasilitasi pembicaraan kedua pihak yang belum tuntas. "Kita ingin masalah sampah yang menyangkut kebersihan lingkungan masyarakat agar dapat diselesaikan dengan cepat dan baik" ungkap Dheni Kurnia. Upaya yang dilakukan PWI Riau merupakan langkah mustahak. Sebab terbengkalainya angkutan sampah di Pekanbaru, merupakan contoh yang tidak baik. Pemko Pekanbaru sedang berupaya mengembangkan obyek wisata yang ada. Namun sangat tidak mungkin obyek wisata dapat berjalan dengan baik, selama kondisi kota dalam keadaan kotor dan tercemar dengan bau busuk.

Suara sinis yang muncul adalah mengembangkan pariwisata sampah sebagai obyek wisata. Suara sinis tersebut muncul dari masyarakat yang jengkel dengan gangguan sampah yang tak kunjung teratasi. Sebelum problem ini terus berkembang, alangkah baiknya jika Pemko Pekanbaru bersikap arif. Sehingga jangan sampai suara negatif yang diterima masyarakat mengenai sampah, tidak kunjung selesai.

Sekedar contoh di Malaysia (Melaka) sebelum mengembangkan obyek wisata yang harus terlebih dahulu dibenahi adalah sampah. Bahkan Melaka juga secara serius menjaga kebersihan sungai dari tumpukan sampah. Contoh lain pengembangan pariwisata maju seperti di Singapura jelas harus mengatasi problema kekumuhan dan sampah dipenjuru kota. Itulah sebabnya Singapura unggul dalam pariwisata karena didukung oleh kebersihan dan keindahan kota.***

H Mulyadi adalah wartawan senior, tinggal di Pekanbaru.