MALAM nuzulul Qur’an telah tiba. Mayoritas umat islam bersuka cita menyambutnya. Dari awal ramadhan, kebanyakan umat islam sudah harap-harap cemas ingin bertemu dengan malam diturunkannya Al Qur’an ini. Setiap muslim pasti  mengaku mencintai al Qur’an, hingga malam diturunkannya al Qur’an pun dinanti dan disambut sedemikian suka cita. Cermah-ceramah di masjid ataupun di stasiun televisi juga tidak lepas dari pembahasan ini. Alasannya hanya satu, karena malam nuzulul Qur’an adalah malam istimewa. Malam diturunkannya Al Qur’an. Tapi sayang, kecintaan terhadap al Qur’an baru sekedar klaim. Cinta itu belumlah nyata dalam kehidupan. Baru sebatas di atas mimbar-mimbar. Baru sebatas lips service. Al Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang memiliki aturan kompleks untuk mengatur kehidupan umat manusia. Kitab ini berasal dari Sang Pencipta yang tidak ada keraguan sedikitpun di dalamnya. Karenanya, layaklah jika kitab ini menjadi petunjuk bagi kita, orang-orang yang bertakwa. Mengklaim diri cinta Al Qur’an, seharusnya memberi dorongan bagi diri untuk tunduk dan mengambil al Qur’an tersebut sebagai petunjuk, aturan kehidupan. Allah S.w.t berfirman: ”Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa” (QS. Al-Baqarah: 2).

Allah S.w.t menurunkan Islam kepada Nabi Muhammad S.a.w dalam rangka untuk mengatur kehidupan manusia yang berkaitan dengan Tuhannya, dirinya, dan sesamanya. Maka, Allah menurunkan Islam bukan hanya sekedar berbicara masalah aqidah, tapi juga syariah. Aqidah dan syariah islam tidak boleh dipisahkan antara satu dan lainnya. Keduanya harus diambil dan diimplementasikan secara bersamaan dalam kehidupan. Tidak boleh umat islam hanya meyakini Allah S.w.t sebagai penciptanya, tapi mengingkari bahwa Allah S.w.t juga sebagai pengatur atas setiap urusannya. Yakin bahwa sholat lima waktu adalah kewajiban dari Allah S.w.t, tetapi ingkar ketika Allah S.w.t mengharamkan riba. Membayar zakat karena yakin itu adalah syariat Islam, tapi enggan melaksanakan qisas yang sama-sama perintah dalam syariat Islam. umat islam sungguh tidak layak bersikap demikian. Sikap memilah dan memilih syariat adalah kebiasaan Bani Israel yang dicela dan diancam oleh Allah S.w.t. Sikap yang demikian tidak mendatangkan sesuatu kecuali kenistaan dalam kehidupan dunia dan siksa yang begitu berat di hari kiamat. Allah S.w.t berfirman:

”Apakah kalian mengimani sebagian al-kitab (Taurat) dan mengingkari sebagain lainnya? Tidak ada balasan bagi orang yang berbuat demikian diantara kalian, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang berat” (QS. AL-Baqarah:85). Naudzubillah, semoga kita terjauh dari sikap memilah dan memilih syariat Allah S.w.t.

Tidak mudah memang untuk menjalankan Al Qur’an atau syariat Islam secara kaffah dalam kehidupan saat ini. Tapi itu bukan berarti tidak mungkin. Sebuah perubahan memang selalu berawal dari sebuah gagasan, opini yang terus menerus diperjuangkan. Saat ini, tidak dipungkiri kita memang hidup dalam sebuah sistem kehidupan yang sekulerisme. Sebuah sistem yang berpaham memisahkan agama dari kehidupan. Seolah haram berbicara politik jika dikaitkan dengan islam. Seolah kuno jika berbisnis tanpa mau terlibat riba. Seolah aib ketika berbicara carut marut negara dan dikaitkan dengan solusi Islam. karena menurut paham ini, manusia berhak membuat aturan sendiri. Tuhan hanya menciptakan, selebihnya adalah urusan manusia.

Saat ini sekulerisme memang sedang meraja. Tapi yakinlah bahwa perintah dan janji Allah adalah segalanya, bagi kita orang yang bertakwa. Bukankah Allah telah wajibkan kita untuk berislam secara kaffah? Sebagaimana firmannya dalam QS. Al-Baqarah ayat 208: ”Hai orang-orang yang beriman masuklah ke dalam islam secara menyeluruh (kaffah)”. Tidak mungkin Allah perintahkan sesuatu yang tidak sanggup kita jalankan. Maka, cukuplah surat perintah dari Al Khaliq ini sebagai amunisi bagi kita untuk terus berjuang membebaskan diri dan negeri dari belenggu sesat dan menyesatkan sekulerisme. Jikapun ajal terlebih dulu meminang sebelum kemenangan menjelang, insyaalah amalan kita akan tetap terbilang, berbuah pahala dan surga di sisi Allah S.w.t.

Malam nuzulul Qur’an adalah malam yang layak dijadikan sebagai intropeksi diri. Baik diri ini sebagai rakyat jelata, ataukah diri ini sebagai penguasa yang meraja. Intropeksi, sudahkah diri mencintai al Qur’an sepenuh hati. mencintai al Qur’an dengan tidak hanya memujinya di atas mimbar-mimbar sebagai bentuk ceremonial setahun sekali. Akan tetapi mencintainya hingga terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari.Tidak hanya dalam perkara ibadah ritual untuk kepuasan rohani, melainkan hingga menjadikan al Qur’an sebagai aturan untuk negeri. Mari melawan lupa, karena hakikat malam Nuzulul Qur’an adalah sampainya perintah kepada umat manusia untuk sujud, tunduk, dan taat hanya kepada Allah S.wt. bukan yang lainnya. Wallahualam.

Penulis adalah ibu rumah tangga, trainer remaja, penulis dan pemerhati pendidikan.