JAKARTA- Selasa (02/05/2016) yang lalu, persis seperti dugaan saya sejak awal, pemilik suara PSSI melakukan hasratnya untuk meminta KLB (Kongres Luar Biasa).

Alasan yang mereka tuliskan dalam surat yang juga nyaris seragam itu, juga sama seperti dugaan saya: karena ada ketidakpastian tentang kepengurusan setelah setahun dibekukan.

Terkejut? Saya sama sekali tidak terkejut dengan kondisi itu, mengapa? Apa yang dilakukan oleh kelompok yang mengatasnamakan K-85, bukanlah hal yang baru. Saya mengistilahkan: Langkah baru, Gaya lama. Atau cassing baru isi rongsokan. Ya, orang-orang sepakbola ini, sejak 1979 hingga 2016 ini belum pernah berubah. Jangankan ada masalah, tak ada masalah pun mereka bisa melakukan hal ini asal harganya cocok.

Pengulangan

Saya bersyukur menjadi salah satu dari sedikit wartawan yang telah meliput sepakbola sejak 1979. Tapi saya juga sedih karena ternyata sikap orang-orang sepakbola tetap belum berubah. Apa yang saat ini terjadi sama persis seperti apa yang dialami oleh Bang Ali Sadikin yang digulingkannoleh sahabat-sahabatnya sendiri.

Dan Mang Noebi (Syarnoebi Said), penggantinya juga digulingkan oleh teman-temannya. Begitu juga Nurdin Halid yang dikhianati oleh teman-temannya. Artinya, langkah yang seolah-olah murni itu merupakan pengulangan ke-4 dalam sejarah sepakbola nasional. Sedihnya, keledai saja tak mau masuk lubang yang sama.

Tolong dicatat, jika KLB itu benar-benar bisa dipaksakan untuk dilakukan, siapapun kelak yang akan memimpin PSSI, apakah Joko Driyono atau seseorang yang konon petinggi militer, akan mengalami nasib yang sama, atau bahkan lebih buruk lagi.

Untuk siapa?

Benar dalam surat permohonan yang nyaris seragam itu, kelihatan seolah murni membutuhkan KLB, tapi jika kita simak dengan baik, maka kita tahu muara KLB itu dari mana. Jika kita sandingkan berita dan peristiwa sejak 17 April 2015, maka kita dapat menduga bahwa KLB itu sesungguhnya kewajiban dari penerintah.

Menpora Imam Nahrawi, mengatakan bahwa pemerintah tak akan campur tangsn soal KLB. "Itu hak anggota," katanya.

Tapi lihat dan rangkaikanlah seluruh peristiwa selama ini, maka akan mudah terlihat bahwa KLB itu jelas muaranya pemerintah. Jadi, jika Umuh, manajer Persib yang didaulat sebagai ketua kelas saat menyampaikan surat ke PSSI, mengatakan langkah ini murni, kita semua tetawa.

Makin para voters mengatakan langkah ini murni, makin terlihat langkah mereka adalah palsu. Sekali lagi, tudingan mereka bahwa pengutus utamanya Ketua Umum PSSI, La Nyalla tak bisa melaksanakan tugasnya dengan baik, saya juga tetawa. Kok mereka begitu tega berbohong untuk mengatakan hal itu.

Nah, inilah yang saya katakan di atas bahwa orang-orang sepakbola sama sekali tidak berubah. Mereka menutup mata dan telinga dengan fakta yang sesungguhnya terjadi.

Fakta bahwa La Nyalla dan exco PSSI telah dijalimi oleh menpora adalah fakta tak tak terbantahkan. Fakta bahwa La Nyalla serta exco PSSI membela pemerkosaan yang dilakukan BOPI atas Arema Cronus dan Persebaya Surabaya juga fakta tak terbantahkan. Dan bahwa voter-voter juga mbalelo adalah fakta yang jelas.

Jika begitu, pertanyaannya: Untuk siapakah KLB itu? Jawabya bisa kita simpulkan sendiri. Yang pasti kejahatan akan berbuah kejahatan. Kepalsuan akan berujung kepalsuan. Dan penyesalan takbakan ada gunanya. Keledai saja tidak mau terjerumus ke lubang yang sama. M Nigara adalah wartawan senior olahraga Indonesia, sekaligus pemerhati sepakbola tanah air.