SUATU ketika pada acara Bintek Kehumasan Daerah dalam Pertemuan Bakohumas di lingkungan Pemkab. Dhamasraya, awal tahun 2013, ada salah seorang staf Humas Dharmasraya menanyakan kepada saya, sosok humas pemerintah itu bagaimana yang seharusnya, selain persoalan pemberitaan juga persoalan kemitraan wartawan menjadi sesuatu yang tidak kunjung habisnya di daerah ini? 

Penulis juga menyadari Dhamasraya sebagai daerah kabupaten baru yang multi eknis, dinamika komunikasi sosial tentu amat tinggi jika tidak segera disikapi dengan nilai-nilai kesamaan dan kebersamaan. Suasana baru tentu semua kepentingan menjadi sesuatu yang terkait satu sama lainnya, jika tidak disikapi dengan baik dan tepat, bisa menimbulkan perbedaan yang membawa konflik atau sebalik masyarakat tidak lagi percaya kepada penyelenggara pemerintah daerah.

Dan dalam kondisi ini Humas Pemerintah memiliki peran dan fungsi kuat dalam mendamaikan keberagaam itu dalam pembangunan informasi dan komunikasi pemerintah dan masyarakat. Hal ini tupoksi Humas berdasarkan Permendagri Nomor 13 tahun 2011, tentang pedoman teknis peran, fungsi dan tugas pokok Humas Kementrian Dalam Negeri dan Humas Pemerintah Daerah.

Yang dalam pasal 3 ayat (1) Lembaga kehumasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mempunyai tugas: a.memberikan informasi kepada masyarakat berkaitan dengan kebijakan, program dan kegiatan pemerintah, b. mengelola informasi yang akan dikomunikasikan kepada masyarakat secara cepat, tepat, akurat, proporsional dan menarik, selaras dengan dinamika masyarakat, c. menyampaikan informasi kebijakan, program dan kegiatan pemerintah secara lengkap, utuh, tepat dan benar kepada masyarakat,d. memberikan pemahaman kesamaan visi, misi dan persepsi antara masyarakat dan pemerintah, e. menampung aspirasi publik sebagai masukan dalam mengevaluasi kebijakan, program dan kegiatan pemerintah. Dan ayat (2) Lembaga kehumasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mempunyai fungsi sebagai tempat komunikasi pemerintah kepada masyarakat.

Ketika Departeman Penerangan (Deppen) masih ada tahun 1945 - 1999, kondisi ini dilakoni dengan berbagai kegiatan komunikasi masyarakat, Juru Penerang (Jupen) kegiatan penerangan masyarakat dilakukan dengan pendekatan berbagai lapisan masyarakat, tokoh dan kelompok masyarakat dalam pertemuan-pertemuan baik forum formal maupun forum non formal (di masjid atau di lapau-lapau).

Selain itu juga dengan kegiatan yang telah diprogram secara nasional yang diselenggarakan di berbagai tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/ Kota se Indonesia Raya. Apakah dalam bentuk Pameran Pembangunan pada acara Peringatan Hari Kebangkitan Nasional, Peringatan Hari Kemerdekaan dan Peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Ada pula yang namanya kegiatan perlombaan sambung rasa “Kelompencapir”, Festival Pertunjukan Rakyat (Randai) jika di Sumatera Barat, Pertunjukan Film Pembangunan serta kegiatan informasi komunikasi dengan menfaatkan media luar ruang ( Baliho, Poster, Billboard dan Spanduk).

Sementara untuk kegiatan pemberitaan oleh media massa, dilakukan secara terukur, terpola dan terkendali, dengan penekanan seleksi ketat pada perizinan penerbitan, jika ada media yang membandel atau tidak sesuai dengan pemerintah dilakukan “Pemberendelan”  (menutup paksa). Kondisi ini terjadi karena bergitu beratnya tantangan dan tekanan dari berbagai pihak terhadap keberadaan Indonesia sebagai negara baru Merdeka yang sedang berkembang. Ketakutan akan perpecahan dan konflik tokoh kebangsaan serta kondisi pembangunan yang berlum merata, sehingga pemerintah kala itu yang disebut “ Orde Baru” serba hati-hati, terlalu teliti dan jelimet dalam menomor satukan Indonesia dalam  Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hari ini sejak diberlakukanya UU nomor 40 tahun 1999, tentang Pokok Pers telah memberlakukan Kebebasan Pers. Perubahan ini memberikan dampak yang luar biasa, baik dalam tatanan kepemerintahan juga berdampak pada dinamika pola pikir masyarakat Indonesia. Pers dan Media yang merdeka sebagai alat kontrol sosial dalam pelaksanaan pembangunan guna mewujudkan Indonesia yang Adil, Makmur dan Sejahtera sesuai amanat pembukaan UUD 1945.

Kembali dengan pertanyaan diatas, Humas sebagai pengelola informasi pemerintah dalam kondisi kekinian sudah jelas dan terang. Humas merupakan sosok terdepan dalam pengelolaan informasi. Prinsip 10 : 11, seharusnya menjadi sebuah pemicu semangat kerja Humas pemerintah. Dimana Humas mesti lebih tahu dari awal terhadap semua informasi pembangunan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.

Humas bukan berperan sebagai pendamping kepala daerah, melainkan humas sebagai mata, telinga pemerintah dalam setiap denyut nadi informasi pembangunan daerah. Jikapun ia melakukan liputan kegiatan kepala daerah, ia sesungguhnya berada dalam tugas menyerap dan menghimpun aspirasi masyarakat, sehingga pengelolaan informasi akan lebih hidup dalam pemberitaan seiring dengan kebijakan pemerintah yang sedang giat-giatnya dilakukan.

Dalam konteks ini sosok humas dituntut untuk, setia dan taat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, memiliki komiten tinggi dalam menjaga kesatuan dan persatuan bangsa serta menjauhkan diri dari hal-hal yang merusak pencintraan penyelenggaraan pemerintahan. Karena itu membangunan hubungan harmonis dengan berbagai pihak dan mitra kerja merupakan sebuah dinamika yang mesti dilakoni dengan sebaik mungkin.

Pada suatu waktu ketika saya berdialog ringan bersama mantan Kabiro Humas (1992-1994), mantan Bupati Solok (1994 - 2004), juga mantan Gubernur Sumatera Barat (2005-2009) serta juga mantan Mendagri (2009-2014) Dr.H.Gamawan Fauzi,SH.MM di Gubernuran pada tahun 2008, beliau menyampaikan, “ Jika humas pemerintah bekerja baik, penyelenggaraan pemerintah juga akan tergambar baik “

Gamawan Fauzi juga mengisahkan, ketika menjabat sebagai kepala Biro Humas Sumatera Barat, membanguan hubungan dengan Pers merupakan sesuatu yang bijak dilakukan humas pemerintah, guna menyamakan persepsi terhadap arti pelaksanaan pembangunan daerah. Mengajak ikut serta pers dalam memajukan pembangunan daerah suatu yang pasti dikerjakan humas, tanpa menutup diri terhadap kontrol sosial yang dilakukan pers dan media.

Berteman diskusi dengan pers dalam menumbuhkan kecintaan daerah maupun nasional merupakan sesuatu landasan kita menciptakan kedinamisan jnformasi dan mendorong kemajuan pembangunan. Beliau juga menekan, Humas Pemerintah jangan pernah jauh dari pers dan media. Humas pemerintah mesti tetap sebagai Humas Pemerintah, Pers tetap sebagai konrol sosial sesuai dengan kode etikanya.

Ada cerita lain yang saya dapat seorang staf liputan Humas Sumbar, Syamsurizal, sebagai ketika menjadi Kabag Pemberitaan sosok Gawaman Fauzi hampir setiap hari berdiskusi dengan wartawan yang mangkal di kantor Gubernur, ada Khairul Jasmi ketika di media Republika, Mufti Syarfi di Haluan, dll. Sebagai humas Gamawan Fauzi selalu mencek apa-apa yang ditulis masing-masing wartawan terhadap pemberitaan Sumatera Barat.

Ada kegigihan Gamawan Fauzi, jika ada hal-hal yang tidak sesuai pemikiran membangun Sumatera Barat Hebat segera mendebatkanya terhadap kawan-kawan wartawan tersebut. Dan itu menjadi sebuah dinamika yang akrab dan bersahabat, demi memajukan Sumatera Barat di pentas nasional.

Dari ungkapan diatas penulis ingin menekanan, humas pemerintah adalah mengelola informasi pemerintah, pengelola dalam bentuk menata dan mengolah informasi pemerintah daerah itu menjadi lebih hidup dalam dinamika menumbuhkan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan. Humas yang baik, tentunya akan mampu mengambarkan penyelenggaraan pemerintah yang baik pula.

Aparat Humas Pemerintah mesti tetap berprinsip sebagai Humas Pemerintah, jangan Humas Pemerintah berprinsip profesi wartawan pula, walau ada aparat humas yang menjadi wartawan kita. Hehehe.. , salam. (***)

Zardi Syahrir, SH, MM ( Peserta Diklatpim III Pola Baru Angkatan II 2016)