TULUNGAGUNG- FR, seorang remaja berusia 15 tahun di Tulungagung, Jawa Timur, ditangkap aparat kepolisian akibat ulahnya meniduri dan menginjak Alquran. FR dengan berani menginjak dan meniduri kitab suci Alquran di salah satu masjid di Desa Tanggulkundung, Kecamatan Besuki, lalu memfoto dan menyebarluaskannya melalui Facebook. Remaja putus sekolah itu pun terancam jerat pidana penistaan agama.

Beruntung dalam sidang diversi digelar di ruang aula satreskrim dengan melibatkan perwakilan MUI, tokoh agama, orang tua, perangkat desa, Balai Pemasyarakatan Kediri, Komisi Perlindungan Anak Tulungagung, dinas sosial, serta Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Tulungagung, memutuskan FR lolos dari jerat pidana tersebut. FR pun lolos dari tahanan.

"Hasil sidang diversi hari ini memutuskan untuk mengembalikan pembinaan anak terhadap orang tua dengan cara disekolahkan kembali," kata Kasat Reskrim Polres Tulungagung AKP Andria Di Putra dikonfirmasi usai sidang diversi di Tulungagung, Senin (20/6).

Andria mengatakan, kendati bebas dan lepas dari status tersangka, FR masih diharuskan tinggal sementara di lingkungan Mapolres Tulungagung selama 1-2 hari. Menurut Andria, belum tersedianya 'shelter' atau tempat penampungan khusus untuk pembinaan anak dimiliki dinas sosial setempat menyebabkan proses konseling dan psikoterapi oleh Bapas sementara dilakukan lingkungan Satreskrim Polres Tulungagung.

"Setelah dua hari dan pembinaan dirasa cukup anak kami serahkan kepada orang tuanya untuk dilakukan pembinaan dan pengawasan lanjutan," ujar Andria.

Petugas Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kediri, Ida Wening mengatakan, tahap pertama yang dilakukan pihaknya memastikan kesiapan orang tua untuk mengasuh FR. Menurut Ida, jika dalam dua hari proses konseling dan psikoterapi disimpulkan orang tua sanggup mengasuh dan menyekolahkan FR hingga lulus jenjang SMA, kasus dugaan penistaan agama akan ditutup total.

"Selama diasuh orang tuanya, pengawasan akan kami lakukan hingga jangka waktu enam bulan ke depan. Jika selama itu disimpulkan orang tua tidak sanggup membina dan mengawasi perilaku anaknya sehingga menjadi baik, kasusnya bisa dibuka kembali oleh polisi," kata Ida.

Pernyataan Ida dibenarkan kasat Reskrim AKP Andria D Putra, yang mengatakan bahwa selama proses pembinaan orang tua, FR beserta orang tuanya wajib lapor ke Polres Tulungagung minimal dua pekan sekali. "Wajib lapor ini sebagai proses pengawasan kami atas perkembangan anak selama diasuh orang tuanya," tutur Andria.

FR diciduk anggota Reserse dan Kriminal Polres Tulungagung, dari rumahnya pada Sabtu (18/6) sekitar pukul 13.00 WIB. Ia diringkus bersama enam rekannya diduga ikut menyebarluaskan aksi FR di facebook setelah mendapat laporan dari masyarakat sekitar.

Usai sidang diversi, pihak Bapas sempat melakukan konseling dengan FR maupun orang tuanya. Dalam sesi tanya jawab dengan Bapas, FR mengaku hanya iseng saat melakukan pengambilan foto aksi menginjak dan meniduri kitab suci Al Quran di salah satu masjid desanya di desanya itu.

"Dia mengaku hanya iseng saja supaya bikin gempar lalu terkenal. Anak ini sepertinya sedang butuh perhatian karena kebetulan lama tidak bersama orang tua kandungnya yang bekerja di luar negeri sebagai TKI," ujar Andria.

Sementara Ibunda FR, Luluk Wijiastuti (33) mengakui anaknya selama ini tinggal di Desa Tanggulkundung bersama sang kakek. Sementara dia sendiri saat ini tinggal di Ponorogo bersama suami kedua atau ayah tiri FR.

"Anak saya putus sekolah MTs klas VII karena mengikuti teman-temannya yang juga 'drop out'. Dulu sudah masuk MTs Negeri lalu minta pindah di swasta karena teman juga, malah akhirnya keluar," kata Luluk.

Luluk mengaku menyesali insiden yang dilakukan putranya dan menyampaikan minta maaf atas perilaku yang melukai perasaan umat Muslim tersebut. Ia berjanji untuk tidak lagi mengabaikan pengawasan dan pembinaan terhadap Fr dengan membawanya serta di rumah Ponorogo bersama suami.

"Insha Allah saya akan awasi dengan baik. Saya akan sekolahkan juga, bila perlu masukkan ke pondok pesantren dekat rumah di Ponorogo," tandasnya. ***