SEMARANG - Kasus perkosaan anak SD di Semarang, Jawa Tengah (Jateng) mengejutkan banyak orang. Pasalnya, siswi SD kelas VI berinisial PJ alias SR (12) itu ternyata dijadikan pekerja seks komersial (PSK) oleh tersangka N. N yang saat ini masih diburu polisi merupakan mucikari SR. N menawarkan tubuh SR kepada teman-temannya dengan tarif Rp20 ribu hingga Rp 40 ribu untuk sekali kencan.

Fakta tersebut terungkap berdasarkan pengakuan 6 dari 8 tersangka pemerkosa SR. Para pelaku mengaku sudah beberapa kali menikmati tubuh SR dengan bayaran Rp20 ribu. Uang tersebut diserahkan kepada N sebelum menikmati tubuh SR.

Keenam tersangka yang ditangkap aparat Polrestabes Semarang beberapa itu yakni tiga orang dewasa, Wahyu Adi Wibowo (36), Johan Galih Dewantoro (19), dan Lutfi Adi Prabowo (19). Sedangkan tiga pelaku anak di bawah umur yakni IQ, RK dan IF.

Para tersangka itu mengaku telah membayar sejumlah uang kepada mucikari N, warga Plamongan, yang saat ini masih buron.

”Iya Pak, saya bayar Rp20 ribu ke N. Melakukan dua kali,” ujar IQ di depan di hadapan Ketua Komisi Perlindungan Nasional Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait di Mapolrestabes Semarang, Rabu (1/6).

Bocah di bawah umur ini, mengakui telah melakukan perbuatan asusila terhadap bocah kelas enam SD tersebut berulang kali. Namun dirinya berkilah tidak mengetahui kalau tubuh gadis yang akan dinikmatinya masih di bawah umur.

”Enggak tahu kalau masih anak-anak, saya kira sudah dewasa. Saya ditawari sama N,” ujarnya.

Tersangka lainnya, IF, justru mengakui jika dirinya sudah empat kali membayar antara Rp 20 ribu sampai Rp 40 ribu kepada N. Sedangkan pelaku dewasa, Wahyu menyangkal melakukan persetubuhan terhadap SR. Hanya saja, Wahyu mengaku telah meraba-raba tubuh gadis SD tersebut.

”Saya hanya pegang saja, waktu akan saya lakukan (setubuhi, red), dia (SR, red) marah-marah sama saya. Lalu saya pergi dan uangnya saya tinggal,” kata pemuda beristri sambil menangis ini.

Setelah memberikan pengakuan, keenam pelaku dihukum oleh Arist Merdeka Sirait. Mereka disuruh meminta ampun dan menyesali perbuatannya secara bersaamaan hingga tiga kali.

”Saya sangat menyesal Pak, saya minta ampun,” ucapnya bersama-sama, seperti dikutip dari Radar Semarang, Kamis (2/6/016).

Arist meminta kepada pihak kepolisian untuk mengungkap kasus ini secara tuntas. Pihaknya juga akan melakukan sinergi kepada pihak-pihak terkait agar kejadian serupa tidak terulang lagi.

”Saya sangat mengapresiasi Polrestabes Semarang. Setelah peristiwa ini menggemparkan media massa, Polrestabes langsung bekerja keras melakukan penangkapan para pelaku,” imbuh Arist Merdeka.

“Ini kejahatan terhadap kemanusian. Sekali lagi, anak adalah korban. Kami terus melakukan sinergi agar kasus ini tidak terjadi berulang-ulang,” tambah Arist.

Menanggapi kebijakan hukuman kebiri terhadap para pelaku pemerkosaan, kata Arist, Komnas PA belum bisa menyimpulkan. Setidaknya, menurut undang-undang tentang perlindungan anak, pelaku terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.

”Kalau hukuman kebiri itu hakim yang memutuskan dan mempertimbangkan. Apabila memang diketahui organ vital pada korban rusak secara permanen, bisa saja nanti dikebiri,” tandas Arist Merdeka.

Sementara itu, Wakasat Reskrim Polrestabes Semarang, Kompol Sukiyono mengatakan bahwa saat ini proses penyelidikan dan penyidikan masih berlangsung.

Menanggapi dugaan human trafficking dalam kasus pencabulan anak SD itu, Sukiyono menegaskan belum mengarah ke sana. Karena masih ada dua tersangka yang masih dalam daftar pencarian orang (DPO) dan satunya N. Nama N disebut telah menerima uang dari enam tersangka yang sudah ditangkap.

”Belum (human trafficking, red). Masih ada yang masuk DPO, inisial N. Ini dijerat Pasal 76 D, Undang-Undang Perlindungan Anak juncto pasal 81 Undang-Undang Perlindungan Anak,” tegasnya.***