KEDIRI- Setelah divonis Pengadilan Negeri (PN) Kota Kediri 9 tahun kurungan penjara, siang tadi (23/5) giliran PN Kabupaten Kediri menjatuhkan vonis 10 tahun bui kepada Soni Sandra, 60 tahun, pemerkosa 58 gadis di bawah umur.

Selain hukuman penjara 10 tahun, Soni Sandra juga didenda Rp300 juta.

Pengusaha konstruksi yang kerap menjadi rekanan Pemerintah Kabupaten dan Kota Kediri ini dianggap terbukti melakukan persetubuhan kepada dua anak di bawah umur yang dihadirkan jaksa sebagai saksi. “Mempertimbangkan sikap terdakwa yang tak mengakui perbuatannya, memutuskan hukuman penjara 10 tahun dan denda Rp 300 juta,” kata Ketua Majelis Hakim I Komang Dediek dalam sidang yang digelar hingga siang tadi.

Putusan tersebut empat tahun lebih rendah dari tuntutan jaksa selama 14 tahun penjara. Hakim meyakini terdakwa memenuhi unsur melakukan tindak pidana persetubuhan dengan rayuan kepada sejumlah anak di bawah umur. Selain kesaksian dua orang korban yang dihadirkan jaksa, hakim juga mendapat keterangan petugas Hotel Bukit Daun yang menyaksikan Soni Sandra kerap menyewa kamar di hari yang sama dengan pengakuan korban.

Selain itu, catatan plat nomor sedan Toyota Vios warna silver yang dimiliki petugas keamanan identik dengan kendaraan yang dimiliki Soni Sandra saat menginap di Hotel Bukit Daun bersama para korbannya. Meski perbuatan tersebut dilakukan atas kemauan korban dan diikuti dengan pembayaran uang, namun tindak persetubuhan dengan anak di bawah umur tak bisa ditolerir oleh undang-undang.

Kuasa hukum terdakwa, Sudiman Sidabuke mengaku tak terkejut atas putusan tersebut. Sejak awal dia menduga ada sikap “lebay” yang dilakukan kejaksaan dan dan pengadilan negeri kota dan kabupaten dalam kasus ini. Kedua insitusi berlomba membuat tuntutan tinggi dan menjatuhkan vonis tinggi tanpa didasari fakta persidangan yang ada. Dia mencontohkan, pernyataan korban yang mengaku melakukan hubungan intim dengan Soni Sandra atas ajakan temannya telah menggugurkan adanya upaya bujuk rayu terdakwa. “Terdakwa tidak melakukan bujuk rayu seperti yang dituduhkan pasal 81 (UU Perlindungan Anak), tetapi temannya,” kata Sudiman.

Selain itu, penerapan pasal 65 KUHP soal penggabungan perbuatan pidana yang menjadi dasar putusan hakim tak seharusnya membuat terdakwa disidangkan di dua pengadilan secara berbeda. Dengan tindak pidana dan materi pemeriksaan yang sama, seharusnya kasus ini cukup disidangkan di satu pengadilan saja. Sehingga Soni Sandra hanya akan menerima satu putusan pidana sesuai pasal yang disangkakan Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002 yang memiliki ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Sementara dengan disidangkan di dua tempat, Soni Sandra harus menerima ganjaran pidana penjara 9 tahun oleh Pengadilan Negeri Kota Kediri dan 10 tahun oleh Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri. Sehingga total hukuman yang dijalani terdakwa 19 tahun penjara dan denda Rp550 juta. “Ini kan sudah melampaui hukuman maksimal 15 tahun penjara yang diatur undang-undang,” kata Sudirman.

Namun demikian Sudiman belum memutuskan apakah kliennya akan mengajukan banding atau tidak. Mereka masih berkonsentrasi pada pemulihan psikis terdakwa di tengah penyakit jantung yang diderita.

Berbeda dengan terdakwa, jaksa penuntut umum justru langsung mengajukan upaya banding. Mereka menganggap keputusan tersebut belum memenuhi rasa keadilan masyarakat dibanding perbuatan yang telah dilakukan terdakwa. “Kami sudah berkonsultasi dengan Kejaksaan Tinggi dan memerintahkan mengajukan banding,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri Pipuk Firman yang hadir di pengadilan.

Dia berharap pengadilan menjatuhkan hukuman sesuai dengan tuntutan jaksa selama 14 tahun penjara karena perilaku terdakwa telah merusak masa depan anak-anak. Selain itu perbuatan tersebut juga telah menjadi perhatian masyarakat luas dan memicu keresahan.***