KLATEN - Warga Dukuh Sribitan, Desa Puluhan, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, mengusir keluarga remaja berinisial IG dari rumahnya karena dinilai mencemarkan nama baik kampung mereka.

“Kami menolak status kependudukan dan kewargaan atas keluarga IG,” kata Ketua RT 19 RW 7 Dukuh Sribitan, Budi Santosa, saat membacakan pernyataan sikap warga, Minggu (14/5).

Surat pernyataan sikap itu ditandatangani oleh wakil penduduk Dukuh Sribitan. Selanjutnya, surat pernyataan sikap itu akan diserahkan kepada Kepala Desa Puluhan.

IG diduga terlibat dalam pesta minuman keras dan memerkosa LS, 13 tahun, siswi kelas VI SD Kecamatan Jatinom. Berdasarkan informasi yang dihimpun Tempo, IG dan sejumlah temannya menegak minuman keras di rumah kakek IG pada Rabu pekan lalu. Rumah kakek IG di Dukuh Sribitan itu diketahui kosong karena pemiliknya sedang berobat ke Kabupaten Kudus sejak Ahad pekan lalu. Diduga remaja itu bisa masuk ke dalam rumah yang terkunci itu dengan cara menjebol pintu ruang samping.

Warga pun melaporkan ke Polsek Jatinom. Puluhan penduduk bersama empat polisi menggerebek rumah itu dan menyelamatkan LS yang dalam kondisi setengah telanjang dan menangis. Di rumah itu juga ditemukan lima botol bekas minuman keras oplosan.

Penduduk Dukuh Sribitan, Janiar Putra, 25 tahun, mengatakan keluarga IG sebenarnya berencana meninggalkan Dukuh Sribitan sebelum terjadi kasus pemerkosaan LS. Menurut Janiar, keluarga IG sudah 10 tahun tinggal di Dukuh Sribitan. Hubungan keluarga IG dengan warga tak harmonis. IG dinilai sering membuat onar. “Tidak jarang IG terlibat perkelahian,” kata Janiar.

Salah satu anggota keluarga IG yang terlihat sibuk mengemasi perabotan menolak ditemui wartawan. Satu truk disiapkan di halaman rumah untuk mengangkut perabotan keluar dari Dukuh Sribitan.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Klaten, Ajun Komisaris Farial Mandalata Ginting, mengatakan enam remaja ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus LS. ”Semua tersangka di bawah umur. Mereka dijerat Pasal 81 Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara,” kata Ginting di kantornya, kemarin.

Maraknya kasus kekerasan dan pemerkosaan terhadap anak-anak mendorong DPRD Kota Yogyakarta mengajukan lagi revisi peraturan daerah tentang minuman keras. ”Kami mengusulkan revisi itu masuk program legislasi daerah agar menjadi program prioritas 2017,” ujar Sekretaris Komisi D DPRD Kota Yogyakarta, Fauzi Noor Afschoci. Perda miras dinilai perlu segera direvisi karena peredaran minuman keras dinilai sebagai penyebab kasus kekerasan hingga pemerkosaan terhadap anak.***