REJANG LEBONG - Lengang dan sepi, begitulah potret kebun karet di dekat rumah Yuyun di Rejang Lebong, Bengkulu. Kebun karet ini merupakan saksi bisu kebiadaban 14 begundal pemuda yang memperkosa dan membunuhnya. Kematian Yuyun,14, yang diperkosa 14 pemuda di Desa Kasie Kasubun, hanya sepotong cerita dari rentetan kejahatan di daerah Lembak, Rejang Lebong, Bengkulu. 

Ada berbagai kejahatan yang terus mengancam masyarakat di sana. Mulai dari pencabulan, perdagangan orang hingga kejahatan jalanan, seperti perampokan. Sesuai data yang diterima Jawa Pos (Induk JPNN), sepanjang 2015 terdapat setidaknya ada 84 kejahatan yang terjadi pada perempuan dan anak.

Jumlah itu terdiri dari 38 kekerasan fisik, 36 kekerasan seksual dan 10 penelantaran anak. Pada rentang waktu Januari hingga Maret 2016, terjadi 36 kejahatan yang menimpa perempuan dan anak. Yakni, 31 kekerasan fisik dan 5 kekerasan seksual.

Salah satu kasus yang begitu ironis adalah adanya korban pencabulan yang kemudian berubah status menjadi tersangka perdagangan manusia.

Korban pencabulan yang sekaligus pelaku perdagangan manusia itu berinisial AR,19. Awalnya, beberapa bulan yang lalu AR diperkosa tiga orang lelaki.

Saat ini para pelaku telah ditangkap. ”Namun, ada juga yang masih kabur,” kata Kabagops Polres Rejang Lebong Kompol Rudy S, dilansir dari jpnn.com, Sabtu (7/5/2016).

Tapi, akhir Maret ternyata AR ditangkap Polres Rejang Lebong karena menjual seorang siswi berinisial R. Caranya, AR menawarkan R di warung remang-remang.

”Ya, harus diakui kalau sebelumnya memang AR pernah menjadi korban, kasus belum selesai. Tapi sekarang ditangkap karena perdagangan manusia,” jelasnya.

Kejahatan jalanan berupa perampokan juga sudah menjadi kejadian sehari-hari yang mengancam warga di sekitar tempat tinggal Yuyun. Khususnya, di Jalan Lintas Curup-Lubuklinggau. Jalan tersebut merupakan akses utama menuju ke desa tempat tinggal Yuyun.

Ketika menyusuri jalanan menuju rumah Yuyun itu, di jalan sepanjang sekitar 50 km tersebut, memang terlihat sangat sepi.

Terkadang, ada bagian jalan yang sama sekali tidak terdapat rumah penduduk. Hanya kebun sawit dan karet di sekitarnya. Keramaian hanya ada di beberapa titik yang dekat dengan pemukiman. Hampir tidak terlihat adanya lampu penerangan jalan umum.

Ada dua lokasi yang paling rawan, yakni Jembatan Gardu dan jembatan dua. Kedua lokasi itu berkelok dan jauh dari rumah penduduk.

”Dua titik ini memang biasanya terjadi perampokan, mereka menghentikan kendaraan, baik sepeda motor atau mobil,” tutur warga yang tidak ingin disebutkan namanya.

Saking mengerikannya jalan tersebut, warga enggan untuk melewati jalan tersebut sendirian. Bahkan, untuk melewati jalan itu, perhitungan waktu juga harus dipertimbangkan.

”Kalau mau melintas, lebih baik jangan malam hari. Siang hari saja sering ada perampokan,” paparnya.

Sekitar tiga kilometer ke rumah Yuyun, di Jalan Desa Kasie Kasubun memang lebih padat penduduk. Lebar jalan sekitar empat meter, mobil sulit untuk berpapasan di jalan tersebut. Sama seperti sebelumnya, tidak ada lampu penerangan jalan umum. Kondisi jalanan juga tampak rusak parah.

Lebih dekat lagi ke rumah Yuyun, tampak ada area jalan yang begitu sepi. Hanya terdapat kebun karet yang begitu curam. Tiba-tiba, terlihat garis polisi warna kuning. Ternyata, lokasi sepi itu merupakan tempat ditemukannya jenasah Yuyun. Paman Yuyun, Darmin menuturkan bahwa memang jenasah Yuyun ditemukan di lokasi tersebut.

”Lokasi itu selama ini dikenal sebagai tempat mencari sinyal handphone. Kalau lebih ke atas lagi, sinyal handphone memang lemah. Karena itu pula, lokasi itu menjadi tempat nongkrongnya anak muda di sekitar sini,” paparnya. (***)